Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Rencana Kenaikan PPN

Foto : ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww

Sejumlah wisatawan mengunjungi tempat wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta, Sabtu (15/5/2021). Pada H+2 libur lebaran, pihak pengelola TMII membatasi jumlah pengunjung sebanyak 18 ribu wisatawan atau 30 persen dari total kapasitas.

A   A   A   Pengaturan Font

Di tengah lesunya perekonomian nasional, pemerintah tahun depan berencana menaikkan pajak. Kini, pemerintah tengah membahas untuk skema tarif yang akan dikenakan. Ada dua skema yang disiapkan yakni single atau multitarif.

Jika single tarif maka batasan maksimal PPN bisa naik sampai 15 persen sesuai UU PPN Tahun 2009. Namun jika multitarif maka akan ada perbedaan pajak untuk jenis barang yang berbeda seperti barang reguler dan barang mewah.

Pemerintah berdalih rencana tersebut sudah memperimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang diperkirakan akan mulai pulih sejak akhir tahun ini karena tahun lalu sudah sangat tertekan. Jika terjadi pemulihan ekonomi maka pendapatan masyarakat akan meningkat.

Rencana tersebut juga dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Penerimaan pajak akan sangat menentukan dalam melakukan belanja tanpa utang berlebih.

Kontan saja rencana tersebut menuai banyak tentangan. Bagaimana tidak, di tengah upaya memulihkan kondisi ekonomi dari krisis, pemerintah malah memberi beban lagi. Ini kontraproduktif. Harusnya justru memberi insentif pajak agar konsumsi masyarakat kembali bergairah dan dunia usaha menjadi pulih.

Asumsi pemerintah bahwa tahun ini sudah terjadi pemulihan dinilai terlalu optimistik. Karena itu, rencana menaikkan PPN yang didasarkan bahwa tahun ini sudah terjadi pemulihan sangatlah tidak tepat.

Saat ini, daya beli masyarakat masih belum pulih. Mereka masih mengharapkan bantuan dari pemerintah, bukan malah dibebani dengan kenaikan tarif PPN.

Rencana menaikkan tarif PPN hampir dipastikan akan membuat investor yang berencana menanamkan modalnya ke Indonesia berpikir ulang. Mereka perlu mengalkulasi ulang biaya produksi yang harus dikeluarkan dan berapa keuntungannya.

Dan ujungnya, kenaikan tarif PPN justru akan mengurangi pendapatan negara karena harga komoditas akan semakin mahal. Jika harga mahal dan naik tinggi, masyarakat akan mengurangi konsumsi dan ini akan menekan penerimaan negara.

Kenaikan PPN, jelasnya, pasti meningkatkan biaya produksi dan jika pandemi masih berlangsung pada 2022 maka masyarakat akan menahan daya belinya. Keputusan masyarakat menahan konsumsi membuat permintaan barang dan jasa akan turun sehingga berdampak pada sektor usaha yaitu penurunan utilisasi.

Memang, beberapa negara di luar negeri ada yang tarif PPN-nya lebih tinggi dari kita, tetapi ada juga yang lebih rendah seperti negeri jiran Singapura yang tarifnya 7 persen. Kalau ada yang dengan tarif PPN sebesar 7 persen, tetapi industri dan ekonominya masih bisa jalan, kenapa kita harus menaikkan traif dari 10 persen menjadi 15 persen. Harusnya itu yang kita tiru.

Yang terjadi di Amerika Serikat (AS) lebih dahsyat lagi. Meski bukan PPN, pemerintahan Joe Biden melalui Internal Revenue Service malah akan mengembalikan dana (refund) kepada beberapa pembayar pajak yang masuk dalam program Pajak Asuransi Pengangguran 2020.

Pengembalian pajak tersebut dimaksudkan sebagai insentif bagi masyarakat agar perekonomian lekas pulih dari krisis akibat pandemi Covid-19.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : M. Selamet Susanto

Komentar

Komentar
()

Top