Rencana Kenaikan BBM Belum Tepat
PENYESUAIAN HARGA BBM | Pengisian Bahan Bakar Minyak di SPBU Jalan Imam Munandar, Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (17/4). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga pertalite dan solar sebagai langkah strategis menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.
JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar dinilai bukan momen tepat. Pasalnya, saat ini, beban hidup masyarakat cukup berat di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok menjelang Idul fitri.
"Momennya tidak tepat. Beban masyarakat sedang tinggi-tingginya. Pendapatan masyarakat juga tidak mengalami kenaikan. Apalagi ini masyarakat baru selesai melewati masa Covid-19," ujar pengamat BUMN, Herry Gunawan, di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Di sisi lain, lanjutnya, bisa dipahami bahwa beban yang harus ditanggung pemerintah untuk subsidi BBM cukup besar. Terlebih di tengah kenaikan harga minyak dunia akibat konflik Russia-Ukrania. Apalagi terjadi disparitas antara harga jual dengan harga keekonomian.
"Memang harga jual pertalite saat ini masih terlalu jauh dibandingkan harga keekonomian. Tapi ini persoalan momentum," ujar Herry Gunawan melalui keterangannya.
Seperti diketahui, pertalite dan biosolar merupakan produk subsidi. Jadi, kewenangan penentuan harga adalah pada pemerintah, bukan Pertamina.
Selama ini, lanjut Herry, subsidi pemerintah ke pertalite dan solar cukup besar, namun demikian harus juga dipikirkan kondisi psikologis masyarakat. "Jadi, bukan hanya persoalan rasionalitas. Karena jika berpikir persoalan rasionalitas tentang kenaikan harga, bisa dilakukan melalui pertamax nonsubsidi, dan kenaikan tersebut sudah dilakukan," katanya.
Belum lagi, menurut dia, kondisi saat ini masih ditambah dengan kenaikan harga komoditas sandang dan pangan menjelang Lebaran. Akibatnya, masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih besar. Dengan demikian, tambahnya, pemerintah memang seharusnya meredam rencana kenaikan pertalite dan solar dulu. Jika nanti habis Lebaran kondisinya sudah membaik dan lebih stabil, di situlah momentumnya.
"Kontribusi pengeluaran dari konsumsi rumah tangga sekitar 58 persen. Kalau konsumsi rumah tangganya ditekan dengan berbagai kenaikan, ini bisa berdampak terhadap daya beli masyarakat," ujar Herry.
Sinyal Kenaikan
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, memberi sinyal akan menaikkan harga pertalite dan solar yang merupakan langkah strategis pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.
"Dalam (strategi) jangka menengah dan panjang..., penyesuaian harga pertalite, minyak solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti (kendaraan listrik, bahan bakar gas, bioetanol, maupun BioCNG)," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Rabu (13/4).
Arifin menjelaskan ketegangan geopolitik global saat ini telah menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung tinggi sehingga menyebabkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Maret 2022 mencapai 98,4 dollar AS per barel. Menurut dia, angka ICP ini jauh di atas asumsi APBN yang hanya mengasumsikan sebesar 63 dollar AS per barel.
"Adapun rata-rata crude price Aramco untuk elpiji telah mencapai 839,6 dollar AS per metrik ton di mana asumsi awal kami di tahun 2022 hanya sebesar 569 dollar AS per metrik ton," jelas Arifin.
Selain menyesuaikan harga pertalite dan solar, pemerintah telah menyiapkan strategi jangka pendek untuk menambah kuota dua jenis BBM bersubsidi tersebut agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah berencana menambah kuota pertalite sebanyak 5,45 juta kiloliter menjadi 28,50 juta kiloliter karena kelebihan kuota realisasi penyaluran sebesar 14 persen pada periode Januari sampai Maret 2022.
Pada APBN 2022, volume kuota pertalite sebanyak 23,05 juta kiloliter dengan angka realisasi 6,48 juta kiloliter sampai dengan 2 April 2022, sehingga menyisakan kuota pertalite sebanyak 16,57 juta kiloliter. Adapun volume kuota solar subsidi sebanyak 15,10 juta kiloliter dengan realisasi penyaluran mencapai 4,08 juta kiloliter dan menyisakan kuota sebanyak 11,02 juta kiloliter.
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya