Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesehatan Masyarakat

Remaja Berperan Penting Atasi "Stunting"

Foto : ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina (kanan) dalam webinar Kesehatan Reproduksi di Era Milenial yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (10/3/2022).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Guna mengatasi masalah stunting atau kekerdilan, para remaja berperan penting dan memiliki andil untuk menjaga baik kesehatan reproduksi. Caranya dengan berhenti merokok bagi remaja putra agar bisa menjaga kualitas sperma tetap baik dan menjaga asupan gizi seimbang bagi remaja putri.

"Penting pula bagi para remaja untuk merencanakan kehidupan berkeluarga di masa depan," kata Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Eni Gustina, di Jakarta, Kamis (10/3).

Eni di webinar dengan tema Kesehatan Reproduksi di Era Milenial yang dipantau secara daring ini mengatakan para remaja dengan menikah di usia yang tepat, yakni 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki sudah turut membantu mencegah lahirnya bayi yang berpotensi stunting. Termasuk memeriksakan status kesehatan di fasilitas kesehatan tiga bulan sebelum menikah.

"Kekerdilan sudah pasti pendek, tapi pendek belum tentu kerdil. Anak dikatakan kerdil kalau sampai ada dampak pada kognitif seperti daya pikir kurang. Kita juga harus waspada ketika tinggi badannya tidak sesuai dengan ukuran normal," kata Eni.

Selain itu, Eni mengatakan lahirnya anak dalam keadaan stunting dapat ditentukan dari dua generasi dalam keluarga. "Bayi yang kerdil menjadi salah satu fokus oleh negara ini. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pemutusan inter generasi pada siklus malnutrisi itu, harus diputus dalam dua generasi," kata Eni.

Eni menuturkan ketika seorang anak perempuan dilahirkan oleh ibu, anak tersebut sudah memiliki indung telur yang dapat melepaskan sel telur pada usia remaja. Indung telur itulah yang akan menjadi bibit pada saat anak hamil.

Terus Berulang
Bila sejak usia anak-anak, calon ibu mengalami malnutrisi ataupun mengalami anemia, risiko lahirnya bayi dalam keadaan kerdil akan sulit dihentikan. Hal itu akan terus berulang sehingga dibutuhkan penanganan lebih untuk memutuskan mata rantai dari kondisi anak tersebut.

Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, menekankan sindrom kekerdilan dapat terjadi secara berulang-ulang pada anak.
"Sindrom ini bisa berulang, mulai dari neonate, dua tahun, usia sekolah (school age), pubertas, dewasa, terus berulang. Ketika kita tidak punya strategi untuk memutus siklus ini. Jadi, ibu yang kerdil melahirkan lagi anak kerdil dan seterusnya," kata Piprim.

Guna mempersiapkan generasi yang berkualitas, tambah Piprim, perlu adanya perhatian yang dimulai sejak masa kanak-kanak, remaja hingga memasuki masa dewasa muda.

Adanya potensi sindrom kekerdilan dapat terjadi secara berulang, kata dia, membuat ibu perlu mendapatkan perhatian khusus melalui strategi intervensi yang berbeda-beda dalam setiap siklus kehidupan yang dilalui oleh ibu tersebut.

Seperti sejak ibu memasuki masa remaja kehamilan, peningkatan penggunaan makanan lokal seperti telur dan ikan guna perlu lebih ditingkatkan guna mencegah ibu terkena malnutrisi. Perlu pula melakukan fortifikasi pada makanan yang dikonsumsi ibu termasuk garam beryodium.

Kemudian, pemberian ASI eksklusif sangat penting untuk memastikan bahwa bayi selama enam bulan pertama kehidupannya terpenuhi kebutuhan nutrisinya sehingga dapat terhindari dari kondisi kekerdilan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top