Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Regulasi Tata Niaga I Pemerintah Harus Cegah Perdagangan RI Tidak Terlalu Liberal

Relaksasi Perdagangan Membuat Industri Dalam Negeri Terkapar

Foto : ISTIMEWA

Industri Dalam Negeri

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor berpotensi mengorbankan industri dalam negeri. Sebab, peraturan tata niaga impor itu sudah mengarah ke liberalisasi perdagangan yang membuat industri dalam negeri kalah bersaing.

Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Ernoiz Antriyandarti meminta pemerintah untuk memperkuat daya saing industri dalam negeri.

"Banyak komoditas Indonesia masih harus menguatkan daya saingnya, ketika semakin diliberalisasi maka dampak negatif dari perdagangan internasional akan lebih dirasakan oleh produsen-produsen dalam negeri, terutama produsen berskala kecil," kata Ernoiz dalam keterangannya yang diterima Antara di Jakarta, Jumat (21/6).

Menurut Ernoiz, liberalisasi perdagangan melalui relaksasi impor sebagaimana diatur dalam Permendag terbaru itu bisa mempengaruhi sektor industri dalam negeri, khususnya serapan tenaga kerja.

Sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) , Indonesia katanya memang harus mendukung liberalisasi perdagangan, namun tetap berhati-hati dalam melindungi produsen dalam negeri, terlebih jika sektor tersebut kehilangan daya saing.

"Jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas yang berdaya saing, tidaklah mengkhawatirkan. Jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT), dapat menjadi pemicu semakin merosotnya daya saing, pabrik tekstil yang tutup bertambah, PHK juga meningkat," katanya.

Ia pun mempertanyakan tujuan dari relaksasi impor tersebut, serta menginginkan adanya kajian lanjutan agar kebijakan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan masyarakat sehingga tak menimbulkan kerugian.

"Momentum ini dapat menurunkan kepercayaan pengusaha dalam negeri terhadap keberpihakan pemerintah. Iklim usaha di dalam negeri dapat terganggu yang jika dibiarkan akan menimbulkan bibit-bibit terjadinya guncangan ekonomi nasional." katanya.

Pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan, untuk meningkatkan daya saing produk, langkah awal yang harus dilakukan adalah memperbaiki daya saing SDM, karena mereka adalah garis depan dalam mengejar ketertinggalan.

"Untuk meningkatkan daya saing, pertama-pertama adalah pembentukannya lewat dunia pendidikan. Saya rasa pengembangan jalur-jalur vokasi adalah langkah yang tepat, karena ini akan dapat mengakselerai SDM kita dengan skill-skill terapan. Selanjutnya peran industri hilir. Komponen penting industri hilir tidak hanya teknologi, tapi juga tenaga kerjanya karena mereka yang menjalankan teknologinya. Jadi ada beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti transfer teknologi dengan investor yang membuka perakitan di sini. Cara ini lebih cepat untuk meningkatkan kualitas skill SDM kita," katanya.

Harus Direstriksi

Dalam kesempatan berbeda, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan, daya saing dikuatkan tanpa perlindungan bagi industri dalam negeri juga percuma sebenarnya.

"Kita harus berusaha untuk mencegah perdagangan kita tidak terlalu liberal,"tegas Huda.

Barang-barang yang bisa disediakan dari dalam negeri harus dilindungi sembari meningkatkan daya saing. Sering kali terlalu disibukkan dengan peningkatan daya saing namun lupa perlindungan.

"Barang yang sudah bisa dipenuhi dari dalam negeri harus direstriksi. Sembari kita meningkatkan daya saing barang tersebut," katanya.

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur relaksasi impor, justru membuat industri dalam negeri terkapar.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengatakan sebenarnya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 telah berdampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional. Sejak dibelakukan, kinerja industri tekstil produk tekstik (TPT) tumbuh bagus.

Dampak dari pengendalian impor tersebut terlihat dari turunnya volume impor dibandingkan sebelum pemberlakuan Permendag 36/2023. Impor pakaian jadi yang pada Januari dan Februari 2024 berturut turut sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton, turun menjadi 2,20 ribu ton pada bulan Maret 2024 dan 2,67 ribu ton di pada bulan April 2024.

Begitu pula dengan impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024. Demikian juga jika membandingkan data impor secara year on year (yoy), terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024.

"Namun begitu, kondisi di lapangan saat ini telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT,"papar Febri.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top