Relaksasi Kredit Tak Efektif
"Pendapatan masyarakat kan turun, makanya perbankan selektif untuk memberi pinjaman mengingat risiko kemampun membayar cicilan bagi nasabahnya," tegas Riza.
Seperti diketahui, pemulihan ekonomi dalam negeri terus dipacu setelah program vaksinasi Covid-19 dimulai. Pedal "gas" kini mulai diinjak oleh pembuat kebijakan di dalam negeri untuk memacu mesin pertumbuhan ekonomi yang telah lesu darah. Berbagai stimulus, baik fiskal dan moneter diluncurkan dengan harapan dapat mengakselerasi kembali kegiatan ekonomi di masyarakat.
BI memperlonggar kebijakan moneter dan makroprudensial dalam rangka untuk mendukung pertumbuhan kredit di dalam negeri. Selain memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5 persen, bank sentral merelaksasi kebijakan uang muka atau down payment (DP) kredit kendaraan bermotor paling sedikit nol persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru dan uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) paling tinggi 100 persen berlaku 1 Maret-31 Desember 2021.
Injeksi Likuiditas
Tak hanya itu, BI juga melakukan injeksi likuiditas atau quantitative easing sebesar 759,31 triliun rupiah atau sekitar 4,9 persen dari produk domestik bruto (PDB) sejak 2020. Ini termasuk terbesar di antara negara berkembang.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya