Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sistem Internet

Regulasi Baru Jadi Ancaman Bagi Jejaring Global

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON DC - Dengan semakin gencarnya langkah-langkah pemerintah di dunia untuk menyaring dan membatasi konten di dunia maya, maka hal ini akan jadi ancaman pemecah belah atas sistem yang dibuat sesuai dengan janji untuk menghubungkan dunia lewat sebuah jejaring tunggal. Kesimpulan ini disampaikan para analis internet pada Rabu (10/4).

Dengan mengambil contoh dari negara Tiongkok, para analis menyatakan bahwa setelah Negeri Panda selama bertahun-tahun membungkam beberapa akses layanan internet dari Barat dan membangun sendiri layanan jaringan, maka langkah Tiongkok itu mungkin secara cepat akan ditiru oleh negara-negara lain.

Ancaman bagi jejaring global ini kemudian dikenal dengan istilah splinternet, sebuah istilah yang telah muncul selama satu dekade, namun bergaung kembali dalan beberapa bulan terakhir.

"Internet sudah terfragmentasi secara material sehingga setiap regulator di seluruh dunia berpikir mereka perlu untuk memperbaiki internet," kata Eric Goldman, direktur High Tech Law Institute di Santa Clara University, Amerika Serikat. (AS)
"Akan terjadi tsunami regulasi yang mengarah pada perpecahan lebih lanjut dari internet," imbuh Goldman.

Insiden pembunuhan massal di masjid Christchurch, Selandia Baru, yang disiarkan secara daring telah meningkatkan urgensi di beberapa negara.

Masih menyoal regulasi internet, beberapa hari lalu Australia memberlakukan undang-undang yang dapat memenjarakan para eksekutif media sosial jika mereka gagal menghapus konten ekstremisme yang keji secara cepat. Sementara di Inggris, sebuah proposal telah diluncurkan yang bisa memaksa pemimpin eksekutif media sosial secara pribadi bertanggung jawab atas konten berbahaya yang ditayangkan platform media sosial.

Munculnya regulasi-regulasi dari berbagai negara itu datang bersamaan dengan seruan pemimpin Facebook, Mark Zuckerberg, yang telah mengembar-gemborkan perlunya kerangka kerja global yang seragan bagi aturan internet. Sayangnya para pembela kebebasan berbicara, memperingatkan akan berbahaya jika pemerintah mengatur konten daring, walau media sosial saat ini pun tengah mencoba memberikan batasan bagi pengguna di platform media sosial mereka.

Di tempat lain, para kritikus mengecam RUU di Singapura yang akan melarang berita palsu dengan menyebutnya sebagai upaya terselubung untuk menyensor konten internet.

"Soal benar atau tidak benar tidak sepenuhnya bergantung pada atau merupakan kewenangan pemerintah," ucap Daniel Bastard dari kelompok pengawas media, Reporters Without Borders.

Nasionalisasi Data

Selain langkah-langkah pembersihan konten daring, beberapa negara termasuk India dan Brasil memberlakukan persyaratan "pelokalan data" yang dapat membatasi ketersediaan layanan seperti e-commerce dan perbankan.

"Semakin banyak negara-bangsa yang berusaha untuk melakukan teritorialisasi arus informasi dan menegaskan kendali atas layanan-layanan itu," kata Milton Mueller, profesor di Georgia Institute of Technology dan salah satu pendiri Internet Governance Project.

Gerakan "nasionalisasi data" kian santer terdengar setelah muncul skandal pembeberan informasi pemantauan oleh kontraktor Dinas Keamanan Nasional AS, Edward Snowden, pada 2013.

"Skandal pembeberan Snowden telah jadi alasan senjumlah pemerintah untuk menerapkan kontrol negara yang lebih besar terhadap jejaring mereka," pungkas R David Edelman, mantan penasihat teknologi Gedung Putih yang merangkap ketua proyek keamanan teknologi, ekonomi dan keamanan nasional di Massachusetts Institute of Technology. ang/AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top