Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Reformasi di Kepolisian Harus Menyeluruh

Foto : Istimewa.

Ilustrasi. Sejumlah anggota polisi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Reformasi kepolisian yang terintegrasi dan menyeluruh dengan semua agenda reformasi sektor keamanan. Komitmen dan kapasitas dari Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo akan menentukan lanjut tidaknya atau setidaknya menentukan sejauh mana capaian proses pembaruan kepolisian.

"Komitmen Kapolri akan menentukan sejauh mana capaian proses pembaruan kepolisian, terutama terkait dengan pembangunan institusi kepolisian yang sejalan dengan amanat Pasal 30 UUD 1945 dan jaminan perlindungan hak konstitusional warga," kata Direktur Eksekutif, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, dalam keterangan tertulis yang diterima Koran Jakarta, Minggu (31/1).

Jenderal Listyo Sigit resmi menjadi Kapolri setelah dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara. Jenderal Sigit sendiri bertekad menjadikan Polri sebagai institusi kepolisian yang modern. Visi Polri Presisi pun dicanangkan untuk mewujudkan itu.

Menurut Wahyudi, bergantinya Kapolri menjadi momentum penting bagi arah dan pengembangan reformasi kepolisian.Elsam memiliki sejumlah catatan penting, terkait dengan deretan pekerjaan rumah dan tantangan baru hak asasi manusia (HAM) bagi Kapolri baru.

Beberapa Masalah

Dalam catatan Elsam, adabeberapa permasalahan kunci yang penting disoroti Jenderal Sigit,di antaranya terkait dugaan keterlibatan oknum kepolisian dalam kekerasan terhadap pembela HAM, khususnya lingkungan. Kemudian, implementasi HAM di internal kepolisian, termasuk perlindungan terhadap kelompok minoritas seksual.

Selain itu, tambah dia, yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan tugas kepolisian dalam melindungi demonstrasi damai. Serta tantangan yang terkait dengan semakin inovatif dan berkembangnya teknologi internet.

"Dalam tiga tahun terakhir, kami mencatat kepolisian merupakan institusi yang paling banyak terlibat dalam kasus-kasus kekerasan terhadap pembela HAM atas lingkungan. Sebagai gambaran, sepanjang Januari hingga Agustus 2020, dari total 68 aktor negara yang diduga terlibat, 60 di antaranya berasal dari institusi kepolisian," ujarnya.

Menurut Wahyudi, data tersebut menarik sekaligus mengejutkan, karena tindakan yang melibatkan kepolisian hampir seluruhnya dilakukan secara prosedural. Data Elsam lain tidak menunjukkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan di luar tugas.

Data ini, tambah dia, tak pelak lagi menunjukkan mendesaknya kebutuhan perbaikan sistem operasi dan penanganan kepolisian terhadap kasus-kasus terkait lingkungan. Termasuk di dalamnya agraria dan sumber daya alam.

"Kemudian kaitannya dengan perlindungan HAM di internal kepolisian, khususnya perlindungan kelompok minoritas seksual. Dalam dua tahun terakhir muncul sedikitnya dua kasus terkait dengan penolakan terhadap kelompok minoritas seksual tertentu di internal kepolisian," ujarnya. n ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top