Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Pengelolaan Anggaran | Rendahnya Serapan APBD karena Pengalihan Alokasi Penanganan Covid

Realisasi APBD Sangat Rendah

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah mengakui realisasi belanja di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih rendah. Karena itu, pemerintah daerah diminta untuk menggenjot belanja di sisa waktu tahun ini.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan salah satu penyebab realisasi belanja APBD rendah karena saat pertengahan 2022, pemerintah mengalihkan alokasi dana penanganan Covid-19 untuk keperluan program lain.

"Ada alokasi untuk penanganan Covid-19 yang relatif sudah bisa lebih tertangani, kemudian kita minta alihkan untuk program lain," kata Airlangga di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/12).

Selain pengalihan dana penanganan Covid-19, kata Airlangga, pemerintah juga mengalokasikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk subsidi transportasi bagi pemerintah daerah guna mengantisipasi inflasi.

"Penanganan subsidi transportasi agar biaya angka inflasi tidak naik. Kemarin kita sudah rapatkan tentang 15 daerah yang inflasinya lebih tinggi dari nasional," ujar dia, tanpa memerinci 15 daerah tersebut.

Namun, Airlangga optimistis realisasi APBD dalam satu bulan terakhir di 2022 akan meningkat. Pemerintah pusat sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait upaya-upaya yang harus dilakukan. "Nanti kita dorong di Desember ini harus digenjot," kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (30/11) menyoroti dana APBD yang masih mengendap di perbankan hingga 278 triliun rupiah. Dana tersebut lebih besar dibandingkan dana yang tersimpan di bank pada periode sama beberapa tahun terakhir.

Pada tahun-tahun sebelumnya, kata Jokowi, jumlah dana APBD yang masih tersimpan di bank pada periode serupa hanya sekitar 210-220 triliun rupiah.

"Ini sudah melompat tinggi sekali. Ini cost of money kayak gini. Biaya uang itu gede banget," tukasnya.

Jokowi menilai dana tersebut sangat besar jika hanya disimpan di bank. Padahal jika dana tersebut dibelanjakan, maka akan menumbuhkan perekonomian di daerah.

Gerakkan Ekonomi

Terlebih lagi, saat ini situasi perekonomian global sedang tertekan. Semestinya, kata Jokowi, stimulus fiskal berupa dana dari APBD segera dicairkan untuk memacu kegiatan ekonomi masyarakat.

"Mumpung ada gubernur, bupati, wali kota; ini saya ingatkan, kita ini mencari uang dari luar agar masuk, terjadi perputaran uang yang lebih meningkat; tetapi uang kita sendiri yang ditransfer ke daerah-daerah justru tidak dipakai," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, hingga akhir November 2022, total realisasi belanja daerah baru mencapai 62 persen, sedangkan belanja pemerintah pusat baru sebesar 76 persen.

Sementara itu, Ketum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya membantah jika ada anggapan, kepala daerah menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran.

"Justeru, persoalan ini kerap terjadi akibat lambatnya penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) da Dana Insentif Daerah (DID) oleh pusat, " ujarnya.

Begitu pula dengan terbitnya petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan peraturan menteri keuangan yang menjadi pedoman penggunaan anggaran.

Persoalan lainnya, penanggungjawab pelaksana kegiatan juga takut berurusan dengan para penegak hukum jika acuan atau pedoman pelaksanaan anggaran tidak jelas.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top