Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penerimaan Negara

Rasio Pajak terhadap PDB Kian Merosot

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rasio pajak atau tax ratio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah alias masih single digit atau di bawah 10 persen. Karenanya, pemerintah perlu kerja ekstra keras untuk menggenjot rasio pajak.

Realisasi penerimaan perpajakan selama semester I-2020 mencapai 624 triliun rupiah atau turun 9,42 persen dibandingkan periode sama tahun lalu akibat dampak Covid-19. Realisasi ini baru mencapai 44 persen dari target sesuai Perpres 72 tahun 2020 mencapai 1.404,5 triliun rupiah.

Ekonom Universitas Indonesia Nailul Huda menilai tertekanya pendapatan pajak tersebut I 2020 semakin mencerminkan kegagalan pemerintah meningkatkan tax ratio. Kegagalan tersebut tercermin dari rendahnya rasio pajak Indonesia sejak 2019 yang hanya mampu mencatatkan single digit.

"Pada 2019, tax ratio kita hanya 9,8 persen atau hanya 1 digit. Ternyata, itu sudah dua kali mengalami tax ratio di single digit. Artinya, kinerja perpajakan sangat buruk," ujar Nailul di Jakarta, Kamis (3/9).

Dia menambahkan, pada 2020 terhitung hingga semester I rasio pajak Indonesia hanya mampu berada pada level 8,2 persen. Posisi ini terendah dalam 10 tahun terakhir. Pada 2010, tax ratio Indoensia di posisi 10,5 persen

Selain itu, Nailul menambahkan realisasi penerimaan pajak makin merosot. Dengan rata rata yang hanya 93 persen, maka perkiraan penerimaan pajak pada 2020 sebesar 1.239 triliun rupiah. Estimasi ini dapat memicu pembengkakan defisit anggaran.

Industri Tertekan


Terkait sektor penerimaan pajak yang merupakan penyumbang pajak terbesar, industri manufaktur dan perdagangan mengalami tekanan cukup dalam terhitung sejak 2019. "Sebelum pandemi ini sebenarnya penerimaan pajak pada dua sektor ini selalu menurun. Padahal dua sektor ini lah yang menyumbang sekitar 80 persen di Indonesia. Dan tahun ini dipastikan akan tambah jeblok," ujarnya.

Program SPT tahunan yang digalakan tidak selalu efektif dan berjalan semakin melambat. "Mungkin hanya efketif pada 2017 saja. Saat ini, tidak efektif karena pada beberapa tahun terakhir si wajib pajak tidak aktif bahkan cenderung tidak bayar. Ditambah pandemi ini maka semakin jeblok," jelasnya.

Lebih lanjut, tax expenditure semakin naik namun hasilnya tidak signifikan. Pada 2019, belanja pajak diperkirakan sebesar 257,2 triliun rupiah. "Kalau dilihat dari realisasi, ternyata belanja pajak makin lama makin naik dari tahun ke tahun namun tidak bisa dongkrak penerimaan, sehingga belanja pajak patut dievaluasi," pungkasnya.

uyo/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Djati Waluyo

Komentar

Komentar
()

Top