Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan Ekonomi I Kelompok Miskin Perlu Program Perlindungan Khusus

Rakyat Miskin Harus Diberi Peluang Berusaha

Foto : Sumber: BPS, Indef – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Lindungi sumber pendapatan masyarakat miskin dengan menghentikan produk impor pangan.

» Bagaimana RI mau jadi negara keempat terbesar pada 2045 kalau dana bansos saja dikorupsi.

JAKARTA - Ancaman kelaparan global merupakan pertanda kelompok miskin di masyarakat terus meningkat, sehingga perlu kiat khusus untuk menahan agar jumlahnya tidak melonjak tajam selama masa pandemi Covid-19.

Pakar Masalah Kemasyarakatan dan Kemiskinan dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, di Surabaya, Minggu (31/1), mengatakan pemerintah perlu menerapkan strategi yang tepat untuk mengatasi lonjakan angka kemiskinan. Hal itu karena proses pengentasan kemiskinan itu sendiri butuh waktu cukup lama, sehingga termasuk program jangka panjang.

Bahkan, lembaga nirlaba, Oxfam, dari Inggris, mengatakan untuk memulihkan kelompok miskin akibat terdampak Covid-19 diperkirakan butuh waktu satu dekade lebih atau lebih dari 10 tahun.

"Langkah yang diambil harus mengutamakan perhatian untuk masyarakat kelompok menengah ke bawah yang tinggal di perdesaan," kata Bagong.

Penanggulangan kemiskinan, jelasnya, harus bersifat multidimensional, tidak cukup hanya menggunakan pendekatan ekonomi. Selain bantuan permodalan yang kerap diberikan, masyarakat miskin perlu diberi peluang dan kesempatan berusaha.

Mereka harus terlibat berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi. Untuk itu, harus ada kebijakan dan program yang melindungi kelompok miskin, sehingga dapat memutus kemiskinan antargenerasi.

"Pemberdayaan masyarakat miskin yang jumlahnya cukup besar di desa akan menjadi fondasi sosial yang dapat menimbulkan efek pemerataan. Kebijakan dan program penguatan pertanian desa dapat menjadi ruang bagi mereka. Salah satunya dengan melindungi dari produk impor pangan. Pemerintah harus punya empati, belajar dari masyarakat," kata Bagong.

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radi, mengatakan pemerintah perlu mengambil langkah jitu untuk menekan lonjakan angka kemiskinan.

Pandemi Covid-19 yang belum jelas ujungnya mengharuskan pemerintah untuk berpikir lebih kreatif mencari cara mengurangi beban masyarakat. Salah satunya di sektor energi dengan menggratiskan tarif listrik bagi masyarakat miskin.

"Pemberian insentif berupa tarif gratis dan diskon tarif listrik dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin," ungkap Fahmy.

Selain tarif listrik, dia juga berharap pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) agar beban pengeluaran masyarakat berkurang dan dialihkan untuk kebutuhan lain," katanya.

Jangan Dikorupsi

Secara terpisah, Pemerhati Kebangsaan, Yenny Wahid, menyesalkan perilaku korup sejumlah elite di pemerintahan yang tidak merasakan kondisi rakyat yang lagi susah karena pandemi Covid-19.

"Saya minta bansos untuk orang miskin jangan jadi bancakan. Kita harus menekan angka kemiskinan. Bagaimana RI bisa menjadi negara ekonomi terbesar keempat tahun 2045 jika bansos untuk orang miskin saja dikorupsi," kata Yenni saat peresmian Masjid dan Aula KH Abdurrahman Wahid, di Kantor BP2MI, Jakarta, Minggu (31/1).

Sementara itu, Ekonom Senior, Muhammad Chatib Basri, mengatakan akibat pandemi Covid -19, lower middle income group atau masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah kehilangan pendapatan sampai 30 persen, terutama yang bekerja di sektor informal.

Adapun masyarakat yang memiliki penghasilan tetap hampir tidak terpengaruh, sedangkan di bisnis terpengaruh 15 persen.

"Saya mau katakan yang terpukul paling dalam ialah pekerja informal. Makanya, sejak pandemi saya selalu bilang kebijakan yang harus utama dari pemerintah ialah bantuan langsung tunai (BLT)," tegasnya.

Dia mengaku pernah membuat riset dan ternyata pemberian sembako tidak terlalu efektif. "Persoalannya kita tidak tahu makanan apa yang dibutuhkan orang. Kita tidak bisa memastikan setiap orang butuh sarden, tahu dari mana. Jika dia tidak butuh, maka yang dia peroleh akan dijual lagi," pungkasnya.

Sebab itu, kalau mau memberi bantuan ke kelompok paling terdampak, maka bantuan yang paling fleksibel adalah cash transfer. Model bantuan tunai tersebut sudah dilakukan berkali-kali sejak zaman dulu. n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top