Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penghitungan Pemilu | Lembaga Survei Tidak Menggiring Opini untuk Kepentingan Tertentu

"Quick Count" Sudah Teruji

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketua Bidang Hukum dan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Andi Syafrani mengatakan, quick count atau hitung cepat bukan baru sekali dilakukan tapi sudah berkalikali. Secara ilmiah metodenya sudah reliable. Karena itu kecil kemungkinan salah, kecuali memang ada aspek kesengajaan yang tidak dapat ditoleransi secara ilmiah.

"Mengapa baru saat ini (Prabowo) menolaknya? Dari dulu juga tidak percaya," kata Andi, menanggapi sikap calon presiden nomor urut 02Prabowo Subianto yang belum menerima hasil quick count yang dilakukan beberapa lembaga survei di Jakarta, Jumat (19/4).

Andi juga menepis tudingan Prabowo, bahwa dengan hasil hitung cepat, lembaga survei yang sedang menggiring opini. Kata Andi, tidak ada aspek penggiringan opini melalui quick count karena ini dibuat oleh banyak lembaga bersamaan dan ditayangkan sevaay bersamaan pula. Quick count juga telah disclaimer bukan hasil resmi penghitungan tapi sebagai wujud partisipasi rakyat melalui lembaga survei dan media massa.

"Sejauh ini, quick count jadi satu-satunya metode untuk membantu hitungan cepat yang telah teruji secara ilmiah. Silahkan saja jika ada metode lainnya yang sama akuratnya dibikin, jika tak percaya quick count yag ada," cetusnya.

Menurut Andi, sikap Prabowo yang belum mengakui hasil hitung cepat itu sah-sah saja. Dan ia persilahkan untuk mengawal suara hingga proses rekap akhir di KPU. Tapi Andi berharap, pengawalan penghitungan suara hendaknya menggunakan jalur yang telah ditentukan aturan yang berlaku.

"Tentu secara politik sikap Prabowo ini akan membawa suasana psikologis yang panjang bagi pendukungnya untuk berhenti bicara soal Pilpres. Ini yang sebenarnya dikhawatirkan berakibat pada panjangnya konflik kebatinan soal Pilpres ini. Semestinya Prabowo dapat bersikap lebih legowo atau setidaknya membuat suasana lebih reda," kata Andi.

Sementara itu, dosen tetap dan pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin mengatakan, hasil hitung cepat yang dirilis beberapa lembaga survei hendaknya jangan disikapi dengan berlebihan. Senang boleh, asal jangan berlebihan. Semua pihak harus menahan diri dan bersabar. Jangan mengklaim kemenangan secara sepihak, sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil penghitungan suara.

"Kita memang harus bersabar untuk melihat siapa pemenang Pilpres. Karena kita harus menunggu hasil perhitungan resmi yang dihitung secara manual," kata Ujang.

Sangat Akurat

Terkait hasil quick count dan exit poll yang memenangkan Jokowi, jika dilakukan dengan benar dan objektif, Ujang yakin hasilnya akurat. Apalagi yang melakukan adalah lembaga survei kredibel yang sudah punya pengalaman dalam melakukan hitung cepat. Hitung cepat yang dilakukan lembaga survei kredibel, biasanya hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan hasil resmi KPU nanti.

"Sementara terkait penolakan Prabowo atas hasil quick count, tahun 2014 yang lalu juga Prabowo tidak mengakui hasil hitung cepat yang menangkan Jokowi. Jadi Pilpres 2019 seperti mengulang Pilpres 2014 yang lalu," katanya.

Sementara saat ditanya faktor apa yang membuat Jokowi masih bisa mengungguli Prabowo, Ujang berpendapat, rakyat masih menganggap Jokowi adalah pemimpin yang telah berbuat dan berprestasi. Terutama dalam pembangunan infrastruktur. Sedangkan Prabowo, publik melihatnya belum teruji.

"Banyak infrastruktur dan lain-lain yang sudah diperbuat. Dan itu dapat dirasakan oleh rakyat langsung. Saya kira itu salah satu faktor kemenangan Jokowi," kata Ujang. ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top