Putra Mahkota Arab Saudi Kunjungi Turki
Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman
Foto: AFP/Jordanian Royal Palace/Yousef ALLANANKARA - Penguasa de facto Arab Saudi pada Rabu (22/6) akan mengambil langkah lain untuk memecahkan isolasi internasionalnya dengan melakukan kunjungan pertamanya ke Turki sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 di konsulat kerajaan di Istanbul.
Pembicaraan di Ankara antara Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dilakukan satu bulan sebelum kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, ke Riyadh, untuk pertemuan puncak regional yang berfokus pada krisis energi yang disebabkan oleh invasi Russia ke Ukraina.
Keputusan Erdogan untuk menghidupkan kembali hubungan dengan salah satu saingan terbesarnya juga sebagian didorong oleh ekonomi dan perdagangan setelah kebutuhan hidup rakyat Turki melambung satu tahun sebelum pemilu yang merupakan salah satu tantangan terbesar dari pemerintahan Erdogan yang telah berkuasa selama dua dekade.
Setelah kematian Khashoggi, pemerintah Erdogan merilis rincian kasus pembunuhan yang amat keji dan mempermalukan putra mahkota Saudi. Tapi saat ini Turki malah merangkul investasi dan bantuan bank sentral dari negara yang ditentangnya dengan alasan ideologis.
"Saya pikir ini mungkin salah satu kunjungan paling signifikan ke Ankara oleh seorang pemimpin asing dalam hampir satu dekade," kata spesialis Turki dari Institut Washington, Soner Cagaptay.
Pemulihan hubungan Turki dengan Saudi dimulai dengan keputusan pengadilan Istanbul pada April lalu untuk menghentikan persidangan in absentia dari 26 tersangka yang dituduh terkait dengan pembunuhan Khashoggi dan untuk mentransfer kasus tersebut ke Riyadh.
Setelah transfer kasus ke Riyadh, hubungan Turki-Arab Saudi mulai melunak dan 3 pekan kemudian Erdogan berkunjung ke Saudi dan bertemu dengan putra mahkota.
Ankara berharap mereka bisa memperbaiki hubungan dengan negara tetangga dan kawasan untuk membantu menopang ekonomi Turki pada tahap penting pemerintahan Erdogan.
Ketegangan antara Turki dengan Saudi dimulai ketika Ankara menolak untuk menerima penggulingan Ikhwanul Muslimin oleh Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada 2013. Saudi dan kerajaan Arab lainnya memandang Ikhwanul Muslimin sebagai ancaman eksistensial.
Rivalitas itu meningkat setelah Turki mencoba mematahkan blokade selama hampir empat tahun yang diberlakukan Saudi dan sekutu mereka terhadap Qatar pada 2017. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Kasad: Tingkatkan Kualitas Hidup Warga Papua Melalui Air Bersih dan Energi Ramah Lingkungan
- 2 Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut
- 3 Tak Tinggal Diam, Khofifah Canangkan Platform Digital untuk Selamatkan Pedagang Grosir dan Pasar Tradisional
- 4 PLN Rombak Susunan Komisaris dan Direksi, Darmawan Prasodjo Tetap Jabat Direktur Utama
- 5 Sosialisasi dan Edukasi yang Masif, Kunci Menjaring Kaum Marjinal Memiliki Jaminan Perlindungan Sosial
Berita Terkini
- Semen Padang FC Tahan Imbang Klub Malaysia Super League dengan Skor 2-2
- Kader Golkar DKI Diminta Bekerja Keras Menangkan Cagub Jakarta RIDO
- Menekraf Luncurkan Program Baru di Aceh
- Terus Bertambah, Polisi Tetapkan 22 Tersangka pada Kasus Judi Online yang Libatkan Oknum Komdigi
- Timnas MLBB Putri Raih Kemenangan Sempurna Pada Laga Perdana IESF 2024