Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pudarnya Interaksi Sosial Langsung di Era Digital

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Mulai sekitar 2011 - 2012 dan sampai saat ini, kita akan lebih mudah memprediksi apa yang sedang dilakukan orang di tempat umum. Sebagian besar akan melihat ke bawah dan sibuk mengotak-atik ponsel pintar, lantas apa yang terjadi pada ruang sosial mereka?

Sebelum teknologi smartphone mendominasi, selama bertahun-tahun, ponsel tidak banyak yang bisa dilihat. Layarnya kecil, dan pengguna perlu menekan tombol yang sama beberapa kali untuk mengetik satu huruf dalam sebuah teks. Tetapi, 10 tahun kemudian, tepatnya pada 29 Juni 2007, Apple merilis seri iPhone pertamanya.

Dalam kurun waktu 6 tahun, mayoritas orang AS memiliki teknologi telekomunikasi pintar ini, yang pada saat itu terapan teknologi yang dilakukan Apple memang tergolong revolusioner, lebih cepat daripada teknologi yang ada sebelumnya.

"Sesekali sebuah produk revolusioner muncul dan mengubah segalanya," kata mantan CEO Apple, Inc Steve Jobs saat konferensi pers perkenalan iPhone, seperti dikutip dari livescience.com.

Saat ini smartphone menjelma menjadi alat yang paling dibutuhkan di muka bumi. Melalui kemampuannya, smartphone dapat menghubungkan serta memberikan informasi kepada kita tentang perkembangan dunia tanpa batas melalui internet. Bahkan melalui smartphone, Anda bisa mengirim pesan dengan mudah, atau sekedar memesan kamar hotel tanpa sedikit pun melangkahkan kaki Anda untuk mencari mana yang pas dan cocok di kantong Anda.

Kendati memiliki andil besar pada kehidupan masyarakat, kemajuan teknologi tak terlepas dari persoalan. Menurut penelitian, kenyamanan ini mampu membuat seseorang kecanduan terhadap handset pintarnya.

Studi demi studi mengungkap hal yang serupa, khususnya di ranah pisikologi, persoalan tersebut merujuk pada kesehatan mental serta hubungan antar sesama yang cenderung "berubah".

Dan gangguan ini akan tampak jelas menimpa generasi pertama anak-anak yang tumbuh dengan smartphone. Seiring pertumbuhannya hingga mencapai usia dewasa, di sini kita akan terang menderang melihat seberapa besar efek samping dari kecanduag smartphone pada anak.

Pada awalnya, sosiolog Sherry Turkle menjelaskan, pengguna smartphone akan berkumpul bersama, bukan untuk berinteraksi melainkan berbagi apa yang ada di telepon mereka. "Seiring berjalannya waktu, tidak banyak yang terjadi dan lebih dari apa yang saya sebut kebersamaan. Ini merupakan teknologi yang mengisolasi. Ini sebenarnya mesin impian dan Anda hanya terpesona oleh dunia yang bisa Anda temukan di layar ini," katanya dalam film dokumenter Steve Jobs: The Man in the Machine. ima/R-1

Stres dan Tertekan

Dalam tata cara berinteraksi di era teknologi orang lebih cenderung membahas apa yang sebenarnya terjadi di dunia maya. Hal yang berbau viral menjadi hal meng-asyikan untuk dibahas bersama, dan persoalan ini kian rumit ketika informasi yang mereka terima itu ternyata pemahaman yang menjerumuskan atau berita palsu (hoax).

Kemudian perbedaan mendasar interaksi seseorang dengan sesamanya beralih sedemikian besarnya melalui sosial media. Semua perasaan susah, senang atau sekedar bercerita soal liburannya di suatu tempat, semua terpampang secara daring. Yang kemudian percakapan panjang pun terjadi dikolom komen, yang tersaji di setiap sosial media.

Sebenarnya jika dicari-cari keuntungannya, memang sosial media mampu mempertemukan semua orang tanpa ada batasan. Tetapi semakin banyak penelitian menunjukan bahwa komunikasi elektronik tidak seperti interaksi tatap muka. cara-cara baru ini, justru lebih dinilai memiliki konsekuensi negatif, khususnya bagi kesehatan mental.

Bahkan eratnya hubungan seseorang dengan ponsel, pun mampu merusak hubungan pasangan, mereka menganggap kualitas hubunganya tidak merasa baik, dan lebih cenderung merasa tertekan, ungkap sebuah penelitian. Dalam penelitian lain menceritakan, bagaimana seorang pekerja yang tidak bisa lepas sama sekali dengan ponselnya.

Dalam sebuah penelitian, para pekerja diminta untuk meletakkan ponselnya di meja masing-masing. Yang terjadi justru mereka tampak stres dan tertekan, apabila tidak bisa memeriksa ponselnya untuk beberapa menit saja. Meski begitu, kita tetap tidak bisa berhenti menatap ponsel kita. Profesor Adam Alter dalam bukunya berjudul Irresistible pun menyinggung, bahwa komunikasi elektronik beserta fenomena sosial media bawaannya itu bersifat adiktif, yang sama bahayanya dengan kecanduan narkoba. ima/R-1

Lebih Mencerdaskan

"Anda adalah rangkuman dari lima orang yang paling dekat dengan Anda," ungkap Jim Rohn, pembicara dan motivator. Dan benar saja, persepsi ini sejalan dengan anggapan orang tua dulu, yang mewajibkan anak-anaknya untuk memilih teman yang baik, agar ketularan baiknya. Memang tak diragukan lagi, pertemanan yang sehat memang mampu memberi pengaruh besar pada kecerdasan kita. Hal ini terbukti lewat penelitian ilmiah.

Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa pemikiran dan pendapat seseorang terbentuk oleh lingkungan dan teman-teman di sekitarnya. Jadi mau pintar atau bodoh semua tergantung pada siapa orangorang di sekeliling kita.

Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemikiran, gagasan, atau pendapat orangorang lain yang sesuai dengan pendapat kita, maka otak akan bereaksi dengan memberikan perasaan senang. Dan sebaliknya, apabila pendapat kita berbeda dengan yang lain, maka otak juga akan mengirimkan sinyal tidak suka.

Khusus pada kasus ini, seseorang bisa tetap mempertahankan pandangan kita atau mencari alternatif pemikiran yang sesuai dengan pendapat orang lain. Menurut riset, kebanyakan orang biasanya akan melakukan yang kedua, alias berusaha menyamakan persepsi dengan yang lain.

Dalam studi yang dilakukan pada 1956 oleh psikolog dari kolese Swarthmore, ditemukan bahwa deskripsi seseorang mengenai suatu benda ternyata tergantung pada opini orang lain yang berada di sekitarnya. Studi lain juga menghasilkan temuan serupa, suka atau tidak, otak kita secara otomatis berusaha menyamakan pendapat dengan informasi yang didapatkan dari lingkungan sekitar kita.

Itu sebabnya, mengapa kita harus menjaga kualitas pertemanan dan memilih pertemanan khusus di era sosial media. Karena teman yang baik tentu yang mencerahkan, bukan yang menjerumuskan ke ruang-ruang pemikiran yang antahberantah, seperti yang terlihat di sosial media belakangan ini.

Komentar

Komentar
()

Top