
Puasa Bisa Kurangi Stres dan Depresi
Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Diana Rahmasari.
Foto: IstimewaJAKARTA - Setiap ibadah, termasuk puasa memiliki memiliki banyak manfaatnya baik secara spiritual, sosial, maupun kesehatan mental seseorang. Puasa dapat mengurangi stres, kecemasan, dan depresi.
Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Diana Rahmasari, mengatakan bahwa dalam kajian psikologi, baik kesehatan mental maupun gangguan mental umumnya dipengaruhi faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara biologis, gangguan mental dapat disebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak.
"Misalnya, kadar serotonin yang rendah dikaitkan dengan depresi dan kecemasan, sementara kelebihan dopamin ditemukan pada penderita skizofrenia," ujar Diana, dikutip dari laman Unesa, Minggu (16/3).
Dia menjelaskan, faktor genetik juga berperan dalam risiko gangguan mental, seperti depresi mayor dan gangguan bipolar yang sering ditemukan dalam riwayat keluarga. Namun, faktor ini bukan satu-satunya penyebab, karena aspek psikologis dan sosial yang juga memiliki pengaruh signifikan.
Diana mengatakan, puasa memberikan kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat dan melakukan pemulihan. Begitu juga dalam mengatur kadar hormon stres seperti kortisol.
"Dengan pola makan yang lebih teratur selama puasa, kemampuan berpikir meningkat dan stres lebih terkendali,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, puasa terbukti meningkatkan produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), protein yang berperan dalam meningkatkan suasana hati, kewaspadaan, dan rasa euforia. Peningkatan hormon dopamin selama puasa juga berkontribusi terhadap peningkatan motivasi, semangat, dan kebahagiaan.
Diana mengungkapkan, puasa berpengaruh pada ritme sirkadian, yaitu mekanisme tubuh yang mengatur siklus tidur dan bangun. Perbaikan ritme sirkadian selama puasa meningkatkan kualitas tidur, yang berkontribusi terhadap pengurangan stres, kecemasan, dan depresi.
"Kurang tidur dapat menyebabkan mood swing, ketidaksabaran, dan gangguan konsentrasi. Oleh karena itu, menjaga kualitas tidur selama puasa sangat penting untuk kesehatan mental," katanya.
Dia menyebut puasa mengajarkan kedisiplinan dan pengendalian diri. Aturan dalam puasa, seperti sahur, berbuka, serta menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, melatih individu untuk mengembangkan self-control dan regulasi emosi.
"Praktik spiritual seperti doa dan refleksi diri selama Ramadan juga dapat meningkatkan kesejahteraan emosional serta memperkuat hubungan dengan Tuhan," ucapnya.
Secara sosial, kata dia, puasa menumbuhkan empati dan kepedulian terhadap sesama, terutama bagi mereka yang kurang beruntung. Berbagi selama Ramadan meningkatkan produksi hormon oksitosin dan serotonin, yang menciptakan perasaan bahagia dan kebermaknaan hidup.
"Saat kita berbagi dengan orang lain, kita merasa lebih berarti dan memiliki peran di masyarakat, yang pada akhirnya mengurangi perasaan kesepian karena perasaan terhubung dan berdaya bermanfaat secara sosial," tuturnya.
Berita Trending
- 1 Negara Paling Aktif dalam Penggunaan Energi Terbarukan
- 2 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 3 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 4 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
- 5 THR Untuk Ojol Harus Diapresiasi dan Diawasi
Berita Terkini
-
IHSG Senin Pagi Dibuka Menguat 5,06 Poin
-
Messi Cetak Gol Pertama Saat Inter Miami Kalahkan Atalanta 2-1
-
Gunung Semeru Terus Erupsi, Tinggi Letusan Mencapai 1 Km
-
THR Pensiunan PNS Cair Mulai 17 Maret untuk 3,14 Juta Peserta Taspen
-
Rodrigo Duterte Diadili, Ribuan Pendukung Turun ke Jalan Menuntut Pembebasannya