PTN Bahu-membahu Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional
Koordinator Pelaksana Patriot Pangan Universitas Gadjah Mada, Wirastuti Widyatmanti S.Si.,Ph.D,
Foto: ISTIMEWAAncaman krisis pengan global ternyata membuat pemerintah merasa perlu melibatkan perguruan tinggi agar Indonesia bisa terhindar bencana tersebut. Terutama kenaikan harga gandum di pasar internasional. Ketergantungan Indonesia terhadap produk pangan impor tersebut menjadi pemicu pembentukan konsorsium PTN tersebut untuk berdirinya program Matching Fund Patriot Pangan.
Indonesia kaya dengan diversifikasi pangan, namun belum digarap secara maksimal. Untuk mengetahui lebih mengenai keberadaan dan tujuan pembentukan Matching Fund Patriot Pangan tersebut, wartawan Koran Jakarta, Eko Sugiarto Putro, mewawancarai Koordinator Patriot Pangan UGM, Wirastuti Widyatmanti S.Si.,Ph.D, belum lama ini. Berikut petikannya.
Bisa dijelaskan latar belakang bagaimana munculnya Patriot Pangan yang melibatkan 10 kampus di Indonesia?
Ini ide dari Kemendikbudristek saat ini (Bapak Menteri Nadiem Anwar Makarim), yang mengusulkan bahwa perguruan tinggi itu harus memiliki peran penting terhadap isu-isu strategis yang ada di bangsa Indonesia maupun di internasional. Nah, salah satu isu yang berkembang adalah isu krisis pangan yang disebabkan oleh adanya invansi Russia ke Ukraina yang menyebabkan adanya beberapa sumber-sumber pangan dalam hal ini gandum di level dunia yang memang tertahan di negara tersebut dan menyebabkan krisis pangan yang ada di wilayah-wilayah Eropa.
Hal ini memicu pemikiran dari pemerintah untuk mengantisipasi jika memang krisis pangan itu juga akan bergeser ke Indonesia walaupun gandum bukan jadi kebutuhan utama bangsa Indonesia. Akan tetapi memang tren di Indonesia saat ini gandum menjadi salah satu komoditas yang memang semakin tinggi penggunaannya oleh masyarakat.
Benarkah ini sebagai antisipasi terhadap krisis pangan yang juga mengancam Indonesia?
Ya, awalnya karena krisis pangan melanda negara Eropa. Dari situ, Pak Menteri dan juga beberapa menteri yang lain berpikir, inovasi-inovasi apa yang harus kita lakukan untuk mengantisipasi atau melakukan mitigasi jika krisis pangan itu akan tiba di Indonesia. Jadi, kita harus mempersiapkan penelitian-penelitian, kajian-kajian untuk memastikan bahwa Indonesia besok ke depannya secure dalam aspek ketersediaan pangan dan juga berdaulat dalam hal-hal ketersediaan pangan.
Itulah kenapa, Kemendikbudristek meminta universitas yang ada di Indonesia, terutama Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) beserta 12 universitas lain yang diusulkan, tapi yang baru bisa bergabung adalah 10 universitas. Sedangkan Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) tidak ikut.
Mengapa UI dan ITB tidak mau ikut?
Mungkin lebih karena fokus mereka. Kalau UI memang center of excellent mereka di sosial ekonomi ya. Jadi tidak ada Fakultas Pertanian. Sedangkan ITB lebih ke engineering dan juga tidak ada Fakultas Pertanian. Dan Fakultas Pertanian terbesar ada di UGM dan IPB, dan universitas-universitas yang ada di setiap provinsi di Indonesia. Target sebenarnya setiap universitas yang ada Fakultas Pertaniannya di Indonesia ikut, hanya saja karena memang keterbatasan waktu belum semua universitas mampu untuk secara cepat mengembangkan ide-idenya yang bisa diimplementasikan untuk persiapan launching Patriot Pangan ke depannya dalam waktu 3-5 tahun ke depan. Maksudnya, tiap tahun kita harus punya target-target capaian dalam aspek food security dan food sovereignity.
Bisa dijelaskan lebih jauh soal target ini? Apa yang menjadi target tahun pertama?
Salah satunya adalah inventarisasi hasil penelitian yang ada di universitas-universitas dan perguruan tinggi yang ada di Indonesia. List apa saja dari 10 universitas yang akan dikirimkan, yang sudah mengembangkan penelitian untuk memastikan jika krisis pangan melanda Indonesia, paling tidak Indonesia sudah merdeka dari aspek sumber daya atau lainnya.
Apakah penelitian tentang gandum jadi perhatian utama?
Ya, itu hanya pemicu saja di Eropa. Sedangkan di Indonesia gandum itu 4 juta ton dari 12 juta ton, tapi kebutuhan impor meningkat 3 kali lipat sejak 2010 ke tahun 2021. Tahun 2021, impor gandum naik menjadi 12 juta ton, tetapi masih tetap beras yang jadi komoditas utama konsumsi Indonesia. Jadi harapannya dengan kajian-kajian yang ada di PT, substitusi makanan gandum, seperti sagu, sukun, jagung, ganyong, casava, sorgum, dan lain-lain bisa men-support kebutuhan beras yang ada dan mengganti substitusi gandum karena mereka bisa juga jadi bahan tepung seperti casava pada umumnya.
Apakah sudah ada yang mengajukan program dari inventarisasi tersebut?
Inventarisasi dan beberapa sebenarnya sudah ada peneltian yang bisa segera diseminasi ke masyarakat. UGM dan 10 universitas, rata-rata mengajukan satu program yang akan diseminasikan ke masyarakat. Karena UGM sendiri kita punya delapan program jadi dari nabati kemudian hewani sampai kebutuhan bumbu dan juga gula. Jadi komoditas perkebunan, kami mengajukan kajian-kajian tentang semua aspek kebutuhan pangan dan semua elemen baik dari rumah tangga hingga industri.
Dari sejumlah program yang ditawarkan, ada nggak contoh substitusi gandum?
Substitusi gandum dari IPB semuanya. Kalau di UGM kemarin banyak ke hewani dan juga implementasi di masyarakat. Jadi karena IPB sudah banyak, maka kita bagi rata sebisa mungkin temanya tidak seragam. Jadi, substitusi gandum IPB karena kajian pertaniannya di sana. UGM kami mencoba menciptakan pangan yang memiliki ketahanan tinggi, dalam hal in bukan food security-nya, tapi ketahanan pangan dalam kualitas. Jadi misal daging sapi, bagaimana kita menciptakan lemari pendingin yang memang tahan lama, lebih dari setahun tapi kualitasnya baik, sehingga saat dari Fak Kedokteran Hewan panen 1.000 pedet dalam satu tahun ke depan, misal dibuntingkan bareng gitu, maka saat pemotongan bisa untuk diakses oleh masyarakat mana pun dengan kualitas yang masih sama dalam jangka waktu yang panjang.
Selain itu untuk cabai, ada penciptaan cabai itu komoditas yang diambil supaya sayuran-sayuran itu tidak mudah busuk. Cabai diambil karena salah satu sayuran yang mudah busuk, lalu dikembangkan sistem yang sama jadi di cold room untuk memastikan cabai tahan untuk beberapa waktu.
Selain inventarisasi penelitian dan apa lagi?
Inventarisasi kan sebenarnya kita mengidentifikasi mana sih penelitian yang sudah jalan dan sudah ready diseminasi ke masyarakat. Dari UGM kemarin ada beberapa subprogram, dan kami mengambil 8. Kedelapan program itu yang dianggap layak atau dalam waktu 3 bulan ke depan bisa diseminasikan ke masyarakat. Contohnya Sapi Jebres yang membuntingkan 1.000 sapi bersamaan. Sapinya memang disiapkan untuk didiseminasi sehingga bisa mengalami 18 kali kebuntingan. Untuk mengurangi impor daging. Dari 18 kali bunting, tapi hasilnya bisa berlipat-lipat. Kalau dikalikan 1.000 sapi dengan kualitas yang sama, hasilnya luar biasa.
Bagaimana efektivitas Patriot Pangan ini ke depan?
Sebenarnya kuncinya di pemerintah kalau terkait kebijakan. Di beberapa negara bagaimana mereka memilik kebijakan yang sangat berpihak pada produk dalam negeri. Jadi pengalaman saya seperti di Australia dan Amerika mereka sangat mengedepankan produksi dalam negeri apalagi terhadap produk-produk Asia maupun Tiongkok. Jadi, mereka memiliki kebijakan berapa persen yang boleh diimpor, kalaupun misal ada dua produk yang sama di supermarket atau di pasaran maka pemerintah mengedukasi warga negara setempat untuk memilih produk lokal dengan sekian panjang penjelasannya, event di supermarket mereka memiliki program itu. Jadi, bagaimana kesadaran untuk melindungi negara sendiri dengan membeli produk lokal. Promosi seperti itu yang perlu digencarkan di setiap lini dan setiap level. Saya tidak melihat itu di level pasar atau supermarket yang ada di Indonesia.
Padahal di sisi lain, masyarakat Indonesia sangat konsumtif pada produk impor. Perlu edukasi di masyarakat, bahkan kelompok terkecil ibu-ibu RT melalui dasawisma misalnya, edukasi bagaimana konsumsi makanan lokal dan memperkenalkan substitusi makanan impor yang jadi agenda penting pemerintah.
Dari delapan program UGM, yang mana substitusi pangan paling oke?
UGM juga mempromosikan bule kedelai (kedelai yang ditanam di antara tanaman tebu). Fakultas Pertanian (Faperta) dan Teknologi Pertanian (TP) sedang mengembangkan kedelai yang produktivitasnya bisa mengimbangi impor kedelai. Selama ini kan memang impor kedelai besar karena kedelai lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal (tekstur beda, tindak mengembang). Untuk mengembang banyak sekali faktor genetik, tindakan khusus dalam pertanian. Tapi memang dari luasan lahannya, berdasarkan pengalaman lahan kedelai di Amerika, petani di sana itu betul-betul sangat di-support pemerintah untuk memastikan bahwa lahan yang mereka gunakan untuk komoditas kedelai betul-betul memiliki standar kualitas yang terbaik. Mereka memiliki asuransi jika gagal panen, dan diberikan fasilitas yang memang sangat memadai sehingga mereka bisa fokus. Petani akan sangat sustainable di sana dan bisa menjadi salah satu pekerjaan yang memang prestis. Itu yang belum terjadi di sini. Faperta dan TP mengembangkan kedelai yang di luasan kecil, tapi bisa memproduksi dari berapa ton jadi berapa ton gitu.
Bule kedelai adalah bagaimana memanfaatkan lahan-lahan kosong di antara komoditas tebu yang di antaranya banyak lahan-lahan kosong. Bisa dimanfaatkan untuk ditanami kedelai. Harapannya bukan hanya di tebu saja, tapi di komoditas yang lain jika ada lahan kosong, kedelai bisa ditanam di situ juga. Bisa dijadikan tumpang sari. Perkebunan dengan tanaman pangan atau pertanian.
Bagaimana koordinasi antar-Patriot Pangan, terutama metode kerjanya?
Kemarin rektor IPB sebagai Ketua Pokja menyampaikan bahwa sebenarnya di Indonesia itu Perguruan Tingginya selalu membuka diri untuk berkolaborasi dan bersinergi maka penelitiannya akan menjadi lebih baik karena kita saling mengisi kekurangan satu sama lain.
Kami selalu melakukan koordinasi setiap minggu, untuk memastikan progresnya berjalan baik dan kami sharing dan semua universitas mendengarkan dan kami terbuka untuk saling men-support dan juga mengambil hal-hal yang positif dari program yang dimiliki oleh universitas lain. Kami juga admire beberapa program yang dimiliki universitas lain. Jadi betul-betul kami bekerja sama karena hibah atau pemandatan ini tidak akan selesai kalau semuanya tidak selesai. Jadi semua harus bekerja keras untuk menyelesaikan di akhir tahun ini untuk tahap pertama.
Jadi itu memang semangat yang diangkat walau kita berbeda ada 10 PT, tapi awal dan selesainya harus sama. Harapannya ke depan, universitas lain bisa bergabung dengan Patriot Pangan ini. Karena kami yakin di setiap wilayah memiliki potensi pangan yang berbeda-beda dan local wisdom yang berbeda pula. Itu yang akan kita gali. Bukan hanya mengedepankan teknologi terkait pangan saja, tapi bagaimana mengangkat kembali local wisdom pangan yang dimiliki masyarakat lokal. Jangan sampai teknologi malah menguburkan local wisdom terkait pangan yang dimiliki masyarakat Indonesia.
Ibu Widyatmanti kan bisa geografi, ahli penginderaan jauh, remote sensing, bagaimana bisa terlibat di Patriot Pangan?
Bidang saya sumber daya lahan. Lahan tanah, hutan, pertanian. Perwakilan internasional untuk bidang soil security, pemetaan tanah digital, aqua kultur: Pemanfaatan pesisir untuk tambak-tambak supaya sustainable. Kunci food security adalah soil security. Kalau tanah tidak secure, tidak baik kualitasnya, tidak akan menghasilkan pangan yang berkualitas baik.
Bagaimana dengan kualitas tanah di Indonesia?
Indonesia itu surganya dunia. Tanah di Pulau Jawa. Ring of fire, semua tanah yang memiliki kesuburan tinggi jika berada di area yang memiliki vulkan aktif. Indonesia salah satu yang punya vulkan aktif terbanyak di dunia. Kenapa penjajah datang, ya karena kita surga dunia.
Dibandingkan dengan negara maju yang pertaniannya maju. itu sebenarnya menang di teknologi. Banyak komoditas pangan dan perkebunan di Indonesia tapi gak ditemukan di negara lain. Kedelai, misalnya memang berada di negara-negara sub tropis, Amerika, Amerika Utara. Tropis di negara lain luasannya tak sebesar Asia, Asia Tenggara khususnya. Tanah-tanah subur ada di daerah khatulistiwa yang memang tingkat kesuburannya dan curah hujannya tinggi. Selain vulkan aktif, iklim atau curah hujan yang tinggi jadi salah satu penentu kualitas tanah juga.Tanah bisa berkembang baik jika memiliki curah hujan yang cukup dan suplai mineral dan unsur-unsur mineral yang ada di tanah yang jadi kunci kesuburan.
Redaktur: Redaktur Pelaksana
Penulis: Eko S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Gara-gara Perkawinan Sedarah, Monyet Salju Jepang di Australia akan Dimusnahkan
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN
- 4 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 5 Natal Membangun Persaudaraan
Berita Terkini
- Jaring Atlet Berprestasi, Jateng adakan Kejurda Shorinji Kempo
- Balai Bahasa Sumatera Barat Susun Kamus Kuliner Minangkabau
- BI Siapkan Rp.133,7 Triliun Dukung Transaksi Masyarakat Selama Nataru
- Gedung Baru Katedral Jakarta Bisa Tampung 5.000 Jemaat
- Bank Indonesia Buka Layanan Penukaran Uang di Katedral