Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Produsen Wajib Lakukan Pengurangan Sampah yang Berasal dari Produk, Wadah dan Kemasan

Foto : Istimewa

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mengupayakan pengurangan sampah plastik. Sudah ada dua regulasi untuk memastikannya yaituUU N0 18/ 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 15 sudah diamanatkan produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

"Semua itu secara teknis diatur dalam Permen LHK P.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, di Jakarta, Senin (16/1).

Menurut siaran persnya, dalam konteks pengurangan sampah oleh produsen, produsen dalam menjalankan usahanya menghasilkan sampah kemasan yang berdampak pada kelestarian lingkungan sehubungan dengan hal tersebut, dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai sulit terurai oleh proses alam.

"Secara rinci diatur melalui Permen LHK P.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah, melalui Peraturan Menteri ini, produsen pada sektor manufaktur, ritel dan jasa makanan dan minuman wajib melakukan pengurangan sampah yang berasal dari produk, wadah dan/atau kemasan melalui pendekatan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle)," ujar Rosa Vivien.

Menurut Rosa Vivien, ada beberapa cara yang dilakukan melalui peta jalan pengurangan sampah. Pertama, melakukan re-design wadah/kemasannya agar mudah dikumpulkan untuk diguna ulang, mudah dikumpulkan, bernilai ekonomis dan dapat didaur ulang menjadi bahan baku kemasan yang sama sebagai upaya menerapkan ekonomi sirkuler, dan menjual produk/jasa tanpa kemasan/wadah serta phase out produk/kemasan bermasalah.

Kedua, menarik dan mengumpulkan kembali sampah kemasan paska konsumsi untuk didaur ulang. Ketiga, menarik dan mengumpulkan kembali kemasan guna ulang untuk dimanfaatkan lagi.

Melalui peraturan ini, kata Dirjen Rosa Vivien, produsen wajib menyusun dokumen perencanaan pengurangan sampah kemasannya, di mana implementasinya dilakukan secara bertahap, diharapkan pada tahun 2029 produsen dapat mengurangi sampah wadah/kemasannya sebesar 30% sehingga hal ini dapat mendorong tumbuhnya bisnis berkelanjutan dan ekonomi sirkuler di Indonesia.

Begitu juga melalui peraturan ini, produsen wajib menyusun dokumen perencanaan pengurangan sampah kemasannya, di mana implementasinya dilakukan secara bertahap, diharapkan pada tahun 2029 produsen dapat mengurangi sampah wadah/kemasannya sebesar 30% sehingga hal ini dapat mendorong tumbuhnya bisnis berkelanjutan dan iklim ekonomi sirkuler di Indonesia.

"Melalui Peraturan Menteri ini pada akhir tahun 2029 beberapa jenis plastik sekali pakai akan di phase out (misalnya, styrofoam untuk kemasan makanan, alat makan plastik sekali makan, sedotan plastik, kantong belanja plastik, kemasan multilayer, kemasan berukuran kecil, dan lain-lain). Hal ini sebagai upaya mengatasi sampah dari wadah/kemasan yang sulit dikumpulkan, tidak bernilai ekonomis dan sulit didaur ulang, serta menghindari potensi cemaran dari wadah/kemasan berbahan PVC dan PS," papar Rosa Vivien.

Berbicara persoalan sampah plastik, lanjut Vivien, pergeseran pola hidup atau life style dan pola konsumsi masyarakat Indonesia khususnya dalam penggunaan plastik sekali pakai berandil besar terhadap kondisi tersebut. Pada tahun 2015, terdapat 9.85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan dan hampir 95% berakhir di TPA. Sementara itu, 93 juta batang sedotan plastik dipakai setiap hari di Indonesia berakhir menjadi sampah tak terkelola.

Hal ini belum temasuk sampah yang dihasilkan dari penggunaan kemasan plastik lainnya seperti kemasan sachet dan styrofoam yang tanpa disadari, kondisi ini telah berdampak tidak hanya terhadap penuhnya TPA tetapi juga telah mencemari lautan di Indonesia.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika berbicara sampah plastik dan sampah kemasan, karena kondisi di lapangan, tidak semua kemasan terserap industri daur ulang karena ada jenis kemasan yang secara teknis tidak dapat didaur ulang, atau secara teknis dapat didaur ulang tapi tidak secara ekonomis, bahkan banyak juga kemasan yang secara teknis dan ekonomis dapat didaur ulang tapi tidak terpilah dan terkumpul ditambah lagi kondisi infrastruktur daur ulang masih terbatas. Sehingga untuk mengatasi persoalan sampah plastik pendekatan secara holistik diperlukan.

"Pemerintah melalui PermenLHK P.75/2019 telah mengatur kewajiban produsen dalam pengurangan sampah, kepada pemerintah daerah kami terus mendorong agar menerbitkan peraturan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dan hingga saat ini sudah ada 2 provinsi dan 99 kota/kabupaten yang telah memiliki peraturan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Sebagai contonya Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Bali kemudian hal yang tidak kalah penting adalah dengan mengedukasi kepada masyarakat agar lebih bijak dalam penggunaan plastik sekali pakai," ujar Vivien.

Komitmen Internasional

Upaya pengurangan sampah plastik juga tengah digalang oleh dunia internasional. Rosa Vivien mengungkapkan Indonesia terlibat aktif pada Pertemuan INC-1 End Plastic Pollution di Punta del Este Uruguay. Ini merupakan tindak lanjut dari Pertemuan UNEA 5.2 yang dilaksanakan di Nairobi pada 28 Februari hingga 2 Maret 2022 dan Pertemuan Open-Ended Working Group (OEWG) Intergovernmental Negotiating Committee (INC) plastic pollution telah dilaksanakan pada 30 Mei sampai 1 Juni 2022 di Dakar, Senegal.

Tujuan the First Session Intergovernmental Negotiating Committee (INC-1) untuk penyusunan legally binding instrument on plastic pollution. Pada sesi general statement pembahasan international legally binding instrument on plastic pollution (ILBI), including in the marine environment, Delri tegas menyampaikan bahwa Indonesia mendukung resolusi untuk mengakhiri polusi plastik.

Dikemukakan Rosa Vivien, beberapa isu yang mencuat pada sesi ini, antara lain yaitu transboundary nature of plastic pollution, extended producer responsibility (EPR), marine litter, national action plan (NAP), the Alliance of Small Island States (AOSIS), the entire lifecycle of plastic, dedicated multilateral funding mechanism, circular economy approaches.

"Dalam kesempatan ini, Indonesia menyampaikan pentingnya penyamaan persepsi dan definisi yang jelas terkait instrumen hukumnya, apakah mandatory atau voluntary atau kombinasi keduanya, juga istilah-istilah kunci seperti a full lifecycle plastic approach. Selain itu, perlu adanya capacity building, transfer technical and tchnology serta best practice fulllife ccyle plastic and circular economy plastic melalui kerja sama bilateral dan multilateral," tandas Dirjen Rosa.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top