Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Reformasi Industri dan Teknologi I Industri Harus Mampu Membuka Banyak Lapangan Kerja

Prioritas Bangun Industri yang Gunakan Bahan Baku Lokal

Foto : ISTIMEWA

Reformasi Industri dan Teknologi

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus mereformasi industri dan teknologi nasional jika ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus menurunkan angka pengangguran dan mendongkrak kembali pendapatan masyarakat. Kepala bidang Kesekretariatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Istimewa Yogyakarta, Tim Apriyanto, mengatakan reformasi bisa dilakukan dengan memprioritaskan hilirisasi industri serta meningkatkan nilai tambah pada produk-produk dalam negeri.

Dengan kebijakan seperti itu maka industri lokal tidak hanya dapat menghasilkan devisa yang lebih besar, tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas. "Hilirisasi yang dimaksud harus mendorong transformasi industri dari sekadar pengekspor bahan mentah menjadi produsen produk jadi dengan daya saing internasional," kata Tim saat dihubungi Minggu (8/9). Tim menjelaskan, saat ini, banyak komoditas strategis Indonesia, seperti kelapa sawit, karet, dan mineral, diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai tambah yang rendah.

Padahal, jika produk- produk tersebut diolah terlebih dahulu di dalam negeri, Indonesia tidak hanya akan meraup keuntungan lebih besar dari sisi ekspor, tetapi juga mengurangi kebergantungan pada pasar internasional yang fluktuatif.

Lebih jauh lagi, reformasi industri harus mengutamakan penggunaan sumber daya dalam negeri sebagai bahan baku utama. Penggunaan bahan baku lokal tidak hanya akan mengurangi kebergantungan pada impor, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal dengan memanfaatkan potensi yang ada di dalam negeri. Misalnya, industri pengolahan makanan dan minuman yang memanfaatkan hasil pertanian lokal, atau industri tekstil yang menggunakan serat alam lokal, dapat memberikan dorongan besar bagi ekonomi daerah.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa produk-produk yang dihasilkan memiliki pasar yang besar di dalam negeri, sehingga industri dalam negeri dapat bertahan tanpa terlalu bergantung pada pasar luar negeri. Sementara itu, dalam reformasi teknologi, pemerintah harus memastikan bahwa teknologi yang digunakan oleh industri di Indonesia adalah teknologi yang mutakhir dan relevan dengan perkembangan global saat ini. Teknologi yang sudah tidak terpakai di negara lain tidak seharusnya ditransfer ke Indonesia, karena hal ini hanya akan menghambat perkembangan industri nasional dalam jangka panjang.

RI harus mendorong adopsi teknologi terbaru yang mampu meningkatkan efisiensi produksi, mengurangi biaya, dan menghasilkan produk berkualitas tinggi yang mampu bersaing di pasar global. Pemerintah juga harus fokus pada pengembangan riset dan inovasi teknologi dalam negeri. Dengan memperkuat riset dan inovasi, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan domestik.

Investasi dalam riset dan pengembangan teknologi lokal dapat menciptakan produk-produk yang lebih inovatif dan lebih adaptif terhadap kondisi pasar nasional maupun internasional. Selain itu, pendidikan vokasional dan pelatihan tenaga kerja juga harus disesuaikan dengan kebutuhan industri modern. Tenaga kerja Indonesia perlu dibekali dengan keterampilan yang relevan dengan industri padat teknologi dan industri masa depan, seperti teknologi hijau, manufaktur cerdas, dan industri 4.0.

"Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta untuk memastikan bahwa kurikulum pendidikan di tingkat sekolah vokasi dan universitas sejalan dengan kebutuhan industri modern yang berbasis teknologi tinggi," papar Tim. Pada kesempatan lain, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan jika ingin mereformasi industri dan teknologi maka yang utama harus ditingkatkan adalah kualitas sumber daya manusia (SDM).

"Pelaku industri kita masih banyak yang sedang fokus beradaptasi dengan industri 4.0, sementara di negara-negara maju mereka sudah mulai masuk revolusi Industri 5.0, yang mengintegrasikan robototika, kecerdasan buatan (AI) dan Intelligence of Thinking (IoT)," kata Wibisono. Untuk mengejar ketertinggalan SDM dari negara maju maka harus ada sinergi triple helix antara perguruan tinggi, pelaku bisnis dan pemerintah.

Daya Ungkit Rendah

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan Indonesia sampai saat ini masih mengandalkan komoditas primer, seperti pertanian, pertambangan, perikanan laut yang nilai tambahnya rendah, sehingga daya ungkit ke pertumbuhan rendah.

Hilirisasi dan manufakturisasi merupakan jawaban untuk meningkatkan nilai tambah dan daya ungkit pertumbuhan. "Pemerintah tidak perlu bergantung pada ekspor komoditas untuk mendorong pertumbuhan. Ini harus dikurangi," tegas Suhartoko.

Upaya mengeruk isi perut bumi lalu menjualnya hanya menguntungkan untuk jangka pendek, tetapi jangka panjang merugikan. Apalagi booming komoditas itu tidak lama, hanya temporer dan tidak bagus untuk struktur dan ketahanan ekonomi nasional.

Kunjungan Paus Fransiskus yang sangat menekankan pada cinta ekologis (lingkungan hidup) juga setidaknya juga memberikan pesan ke pemerintah untuk tidak mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan," kata Direktur Riset Institute for Financial and Economic Studies (IFES) tersebut.

Sebab itu, hilirisasi dan manufakturisasi harus mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dengan penggunaan teknologi tepat guna sesuai sumber daya manusia yang tersedia. Pada akhirnya, reformasi industri dan teknologi diharapkan tidak sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan keadilan ekonomi yang lebih luas. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap warga negara, terutama di daerah-daerah yang lebih terpencil, dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan industri yang inklusif dan berkelanjutan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top