Jum'at, 15 Nov 2024, 01:15 WIB

Prihatin, Pelaku Judi “Online” 80% Masyarakat Bawah dan Anak Muda

Desk Judi Online Bagian dari Program 100 Hari Kerja Prabowo

Foto: antara

» Selama masih ada pejabat yang berkolaborasi dengan jaringan kriminal maka pemberantasan selalu terhambat kepentingankepentingan gelap.

JAKARTA – Maraknya penyakit judi online yang menyebar luas di kalangan masyarakat sangat meresahkan. Hal itu karena dari sekitar 8,8 juta warga yang terlibat aktivitas judi daring atau online itu, 80 persen di antaranya adalah masyarakat bawah dan anak muda. Maraknya judi online di kalangan generasi muda dan kaum marginal itu karena cara berpikir mereka yang sangat pragmatis dan spekulatif serta ingin instan dalam mendapatkan kekayaan dan pada akhirnya kurang menghargai proses.

 Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, mengatakan dari temuan intelijen itu mendorong pihaknya memberi perhatian guna memberantas aktivitas judi online dengan membentuk Desk Judi Online. Desk Judi Online tersebut merupakan salah satu dari tujuh desk yang dibentuk untuk mempercepat program kerja Presiden Prabowo Subianto dalam 100 hari pertama masa kerja. Desk Judi Online yang dibentuk Menko Polkam itu dipimpin langsung oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

“Dalam pemberantasan judi online ini memang ada beberapa target yang disasar. Ada aktor, aktivitas, maupun infrastruktur termasuk sistem pembayaran,” kata Budi. Tiga unsur itu yang menjadi incaran utama Desk Judi Online dalam membongkar setiap kasus. Hingga saat ini, Desk Judi Online telah menghasilkan beragam temuan kasus besar beberapa hari setelah dibentuk. Salah satunya yakni pengungkapan kasus judi online yang berada di dalam Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemekomdigi) beberapa waktu lalu.

Tercatat Polda Metro Jaya telah menetapkan 18 tersangka yang terdiri dari warga sipil dan oknum pegawai Kemenkomdigi. Dia pun yakin kehadiran Desk Judi Online dapat membantu pemerintah dalam memberantas aktivitas judi online di tengah masyarakat.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko, yang diminta pendapatnya mengatakan selain tidak menghargai proses, para pelaku judi juga sering kali hanya orientasi pada hasil, tanpa mempertimbangkan risiko. “Jika ini dibiarkan dan menyebar luas, akan membentuk generasi tidak produktif dan menjadi beban,” ungkap Suhartoko. Dia pun berpandangan perlunya menambahkan muatan nilai yang menghargai proses dan berpikir bijak dalam sistem pendidikan dasar sampai tinggi.

Pada kesempatan lain, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan yang terlihat adalah modus atau motif dari orang bermain judi online yakni mendapatkan uang dengan cara yang mudah dan cepat. “Tanpa ada alat yang terlampau mahal, proses mudah, pasti akan dilirik oleh masyarakat yang membutuhkan tambahan pendapatan. Terlebih, jika kita melihat himpitan ekonomi di kelas menengah bawah yang semakin kuat. Harga-harga kebutuhan pokok melejit, pendapatan hanya naik 1,5 persen, hingga kehilangan pekerjaan. Motif mereka mendapatkan dana tambahan dengan mudah dan cepat ya dari bermain judi online,” kata Nailul.

Pengawasan Lemah

Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan keterlibatan masyarakat ekonomi bawah dan anak muda bukan hanya masalah teknis, tetapi juga terkait dengan integritas pejabat yang berwenang.

“Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal di instansi pemerintah,” kata Achmad. Skandal-skandal besar seperti kasus oknum pegawai di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang diduga memfasilitasi operasi judi online hanyalah beberapa dari banyak kasus yang mencederai kepercayaan publik. “Ini mengindikasikan adanya celah besar dalam akuntabilitas yang dimanfaatkan pejabat untuk kepentingan pribadi,” tambahnya. Achmad menegaskan bahwa pemberantasan judi daring sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah jika didukung oleh kemauan politik yang kuat, integritas pejabat, serta kolaborasi yang solid antara PPATK, Kominfo, dan aparat hukum.

“Secara teknis, transaksi keuangan yang mencurigakan seharusnya dapat dilacak dengan bantuan PPATK, dan akses ke situs-situs judi dapat diblokir melalui kerja sama lintas negara,” jelasnya. Namun, menurut Achmad, lemahnya integritas pejabat menjadi penghambat utama dalam upaya pemberantasan ini. “Selama masih ada pejabat yang berkolaborasi dengan jaringan kriminal, upaya ini akan selalu terhambat kepentingankepentingan gelap. Pejabat yang seharusnya melindungi masyarakat, justru berperan dalam memuluskan operasional bisnis judi daring yang berisiko bagi sosial-ekonomi,” papar Achmad.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: