Presiden Jokowi Diharapkan Gaet Investasi yang Lebih Besar
FARIS AL FADHAT Dosen HI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta - Kalau hanya mengandalkan komoditas, neraca perdagangan RI tidak akan bisa bertahan apalagi surplus.
JAKARTA - Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke tiga negara mulai dari Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan (Korsel) diharapkan membawa agenda strategis terutama dalam kerja sama di bidang ekonomi.
Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Faris Al Fadhat, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Senin (25/7), mengatakan dengan kunjungan tersebut akan meningkatkan investasi negara-negara mitra tersebut di Indonesia.
"Target investasi setiap tahun terus meningkat. Pada 2023 mendatang ditargetkan 1,099 triliun rupiah, lalu meningkat menjadi 1,239 triliun rupiah pada 2024. Diharapkan mitra strategis itu menambah investasinya di Indonesia, mengingat mereka selama ini menempati posisi teratas dalam berinvestasi.
Dengan investasi di Indonesia diharapkan defisit perdagangan Indonesia terhadap tiga negara tersebut menurun, khususnya dengan Tiongkok.
"Di sinilah pentingnya pemerintah memperhatikan kerja sama perdagangan. Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan agar dapat mengurangi defisit ini. Selama ini, ekspor Indonesia ke Tiongkok didominasi sumber daya alam atau bahan mentah, seperti biji logam, produk kimia organik, timah, serat tekstil. Selain itu, ada batu bara dan minyak sawit mentah (CPO)," katanya.
Sementara itu, impor Indonesia dari Tiongkok lebih banyak dalam bentuk barang jadi yang memiliki nilai tambah.
"Kalau hanya mengandalkan komoditas, neraca perdagangan RI tidak akan bisa bertahan apalagi surplus," katanya.
Di sektor manufaktur dan barang produksi massal, Indonesia juga kalah. Karena itu, menurut Faris, pemerintah perlu mencari celah yang dapat meningkatkan nilai tambah dalam sektor perdagangan Indonesia.
Selain itu, tugas yang penting adalah mempersiapkan sektor/industri dalam negeri untuk dapat bersaing di pasar global.
Secara terpisah, pengamat ekonomi, Mamit Setiawan, mengatakan semua kerja sama harus berimbang dan mempunyai nilai tambah bagi masing-masing negara. Sumber daya alam (SDA) yang kita miliki sudah sepatutnya mampu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jangan justru menyejahterakan negara lain," kata Mamit.
Lawatan Presiden, katanya, diharapkan meningkatkan investasi di Indonesia terutama industri produk jadi. Saat ini, Tiongkok katanya lebih banyak berinvestasi di barang setengah atau bahkan seperempat jadi yang selanjutnya di ekspor ke sana dan mereka menjual kembali ke Indonesia dalam produk jadi.
Pelopor Hubungan
Konsul Jenderal (Konjen) Tiongkok di Denpasar, Bali, Zhu Xinglong, menilai kunjungan Presiden Jokowi ke Tiongkok pada 25-26 Juli 2022 diharapkan menjadi pelopor penguatan hubungan kerja sama Selatan-Selatan. "Ini membuktikan pentingnya hubungan Tiongkok dan Indonesia," kata Zhu.
Dia berharap kerja sama erat Indonesia dan Tiongkok dapat diikuti negara-negara berkembang lainnya terutama di Asia. "Kami berharap kerja sama kedua negara akan menjadi percontohan bagi negara-negara berkembang untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan dan maju berkembang bersama, dan lebih lanjut lagi, menjadi pelopor kerja sama Selatan-Selatan," kata Zhu.
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya