Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pesta Demokrasi

Prancis Gelar Putaran Kedua Pemilu Legislatif

Foto : AFP/JEFF PACHOUD

Pemilu Putaran Kedua l Pemilik hak suara antre di sebuah TPS di stasiun kereta di Lyon, Prancis, pada Minggu (7/7). Prancis menggelar putaran kedua pemilu legislatif yang hasilnya akan menentukan masa depan politik selain akan menjadikan kelompok sayap kanan sebagai partai terbesar dalam parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarah.

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Para pemilik hak suara di Prancis pada Minggu (7/7) kembali berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara untuk mengikuti putaran kedua pemilu legislatif bersejarah yang diperkirakan akan menjadikan kelompok sayap kanan sebagai kekuatan terbesar di parlemen yang terpecah belah.

Pada tengah hari, menurut angka kementerian dalam negeri, sekitar 26,63 persen pemilih hadir dalam pemilu berisiko tinggi dan angka kehadiran ini merupakan jumlah tertinggi sejak pemilu tahun 1981.

Suasana di Prancis saat ini sedang tegang, dengan 30.000 polisi dikerahkan untuk mencegah terjadinya masalah dan para pemilih khawatir akan potensi guncangan pemilu yang akan mengubah lanskap politik.

Sebelumnya Presiden Emmanuel Macron menyerukan pemilihan umum dini tiga tahun lebih awal setelah kubunya dikalahkan dalam pemungutan suara Parlemen Eropa pada bulan Juni, sebuah pertaruhan yang tampaknya menjadi bumerang.

Partai sayap kanan, National Rally (RN), yang dipimpin Marine Le Pen, menang pada pemilu putaran pertama tanggal 30 Juni, dan berada di jalur untuk mengulangi prestasi tersebut pada pemilu putaran kedua pada 7 Juli.

Tapi Le Pen mungkin tidak memenangkan mayoritas langsung yang akan memaksa Macron untuk menunjuk pemimpin Partai RN, Jordan Bardella, 28 tahun, sebagai perdana menteri hanya beberapa pekan sebelum Paris menjadi tuan rumah Olimpiade.

Parlemen yang digantung dengan kontingen antiimigrasi dan anti-euro yang besar dapat melemahkan posisi Prancis di dunia internasional dan mengancam persatuan Barat dalam menghadapi invasi Russia ke Ukraina.

Para pejabat Uni Eropa, yang sudah belajar untuk berurusan dengan partai-partai sayap kanan yang berkuasa di Italia dan Belanda, saat ini sedang mengawasi Prancis dengan cermat.

Di Roma, Paus Fransiskus menyatakan bahwa hari pelaksanaan pemungutan suara di Prancis merupakan peringatan terhadap godaan ideologis dan populis, serta menambahkan bahwa demokrasi di dunia saat ini tidak berada dalam kondisi yang sehat.

Kemacetan Legislatif

Jajak pendapat sekarang memperkirakan bahwa RN akan gagal mencapai 289 kursi yang dibutuhkan untuk memperoleh mayoritas di Majelis Nasional yang memiliki 577 kursi, namun tetap menjadi partai terbesar.

Hasil seperti itu memungkinkan Macron membangun koalisi luas melawan RN dan mempertahankan Gabriel Attal sebagai perdana menteri sementara.

Namun hal ini juga bisa menjadi pertanda kelumpuhan politik dalam jangka waktu lama di Prancis, saat negara itu bersiap menjadi tuan rumah Olimpiade mulai 26 Juli.

"Saat ini bahayanya adalah mayoritas didominasi oleh kelompok ekstrem kanan dan itu akan menjadi bencana besar," ungkap PM Attal dalam sesi wawancara terakhir sebelum pemilu dengan televisi Prancis pada 5 Juli lalu.

Sementara itu para analis di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (ECFR) memperingatkan bahwa meskipun Macron masih bisa mengendalikan pemerintahan setelah pemilu, ia akan menghadapi kemacetan legislatif.

"Prancis berada di titik puncak pergeseran politik seismik. Hal ini akan melemahkan suara Prancis di panggung Eropa dan internasional," ungkap para analis ECFR. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top