Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Perusahaan - Implementasi ESG di Sektor Keuangan Masih Rendah

Potensi Bisnis Berkelanjutan Sangat Terbuka

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Praktik bisnis dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan environment, social, and governance (ESG) diperkirakan menjadi tren di masa depan. Sayangnya, tingkat kesadaran untuk menerapkan bisnis berkelanjutan dinilai relatif rendah, terutama di sektor keuangan.

Berdasarkan hasil riset Mandiri Institute, 71 persen perusahaan terbuka meyakini praktik bisnis yang menerapkan prinsip keberlanjutan ESG akan menjadi prioritas pada masa depan. Meski demikian, hanya 57 persen dari perusahaan terbuka yang menyadari pentingnya pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC) atau penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 2030.

"Untungnya, hampir seluruh responden telah mempertimbangkan untuk melakukan praktik bisnis ESG ke depan. Artinya, potensi bisnis berkelanjutan masih sangat terbuka, dan Bank Mandiri berkomitmen kuat untuk mengoptimalkan potensi tersebut," kata Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, dalam Mandiri Sustainable Forum, di Jakarta, Kamis (7/12).

Riset Mandiri Institute itu juga menunjukkan peningkatan signifikan penandatanganan prinsip investasi bertanggung jawab atau Principles for Responsible Investment (PRI). Hal itu mengindikasikan investasi ESG mulai menjadi faktor penentu utama keberlanjutan bisnis.

Hingga November 2023, terdapat 5.374 penandatanganan prinsip investasi bertanggung jawab. Selain itu, penerbitan surat utang global terkait ESG sudah mencapai 1,5 triliun dollar AS pada 2022, meningkat hampir 15 kali lipat dibandingkan 2015.

Berdasarkan riset sama, implementasi ESG di sektor keuangan masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti minimnya diferensiasi produk ESG dan diferensiasi gaya pendanaan. "Ini terjadi karena masih rendahnya kesadaran terkait ESG, termasuk masih ada yang belum percaya ESG menjadi prioritas," kata Andry.

Karena itu, pemerintah dinilai perlu semakin aktif mengomunikasikan standar pelaporan penerapan ESG di Tanah Air yang dapat menjadi acuan perbandingan kinerja keberlanjutan perusahaan di berbagai sektor.

Apresiasi Harga

Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan per November 2023, sekitar 44 persen emiten dengan risiko ESG rendah mengalami apresiasi harga saham lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan risiko ESG sedang dan tinggi.

Dari sisi pertumbuhan pendapatan, terlihat pertumbuhan emiten dengan risiko ESG rendah dan menengah memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dengan distribusi yang lebih adil antara pertumbuhan pendapatan dan penurunan pendapatan. Sementara penurunan pendapatan rata-rata lebih terlihat pada perusahaan dengan risiko tinggi ESG.

"Satu hal penting yang kami peroleh dari gambaran tersebut peralihan ke praktik bisnis berkelanjutan belum tentu berdampak negatif langsung terhadap kinerja keuangan," kata Direktur Utama BEI, Iman Rachman.

Iman menjelaskan data tersebut diambil sejak 2022 bekerja sama dengan Sustainalytics untuk memberikan peringkat risiko ESG bagi 80 emiten yang termasuk dalam IDX80 untuk memberikan informasi kepada investor mengenai aspek-aspek ESG. Dalam Laporan Risiko ESG Berkelanjutan 2022 yang diterbitkan pada 12 September 2023, BEI memperoleh skor 16,9, yang menunjukkan kategori risiko rendah.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top