Politisi Oposisi Disidang atas Tuntutan Korupsi

PENANG - Seorang politisi oposisi terkemuka Malaysia yang juga pengkritik utama Perdana Menteri Najib Razak, pada Senin (26/3) menghadiri sidang tindak pidana korupsi yang digelar di Pengadilan Tinggi George Town di Negara Bagian Penang.

Sidang terhadap Lim Guan Eng yang juga melibatkan pebisnis perempuan bernama Phang Li Koon itu digelar di tengah persiapan pemilu dan kasus ini disebut-sebut oleh pengkritik bermotif politik.

"Sidang tipikor terhadap Lim terkait dengan konversi lahan pertanian menjadi perumahan publik di barat daya Penang bagi perusahaan Magnificient Emblem Sdn Bhd yang merugikan negara dan terjadi pada 2014. Pelanggaran korupsi terjadi saat Lim masih menjabat ketua Komite Perencanaan Negara Bagian Penang," demikian dilaporkan Bernama. "Lim juga dituntut atas pembelian rumah dibawah harga pasar dengan menjual posisinya sebagai ketua Menteri Penang," imbuh kantor berita Malaysia itu.

Atas dua tuntutan itu, Lim, 58 tahun menyatakan dirinya tak bersalah atas dakwaan penyalahgunaan wewenang. Sebelumnya, Lim dikenal sebagai sosok yang telah berulang kali mencecar PM Najib atas skandal uang yang melibatkan institusi negara, 1 Malaysia Development Berhad (1MDB).

Jika dinyatakan bersalah atas kasus konversi, Lim bisa mendekam di penjara untuk masa tahanan maksimal 20 tahun dan denda senilai lima kali dari uang korupsi yang diterimanya. Sementara atas dakwaan pembelian rumah dibawah harga pasar, Lim berpotensi mendapat tambahan hukuman penjara selama dua tahun serta membayar denda.

Jelang Pemilu

Lim sejak 2008 pernah menjabat sebagai Ketua Menteri untuk Negara bagian Penang. Ia jadi pemimpin oposisi Partai Aksi Demokratik (DAP) sejak 2004. Saat ini DAP merupakan bagian dari koalisi empat partai oposisi, Pakatan Harapan, yang mengusung mantan PM Mahathir Mohamad, 92 tahun, sebagai kandidat PM Malaysia pada pemilu mendatang.

Pemilu Malaysia dijadwalkan dilangsungkan pada Agustus mendatang, namun banyak pihak menduga pemilu bisa digelar lebih cepat dari rencana semula.

AFP/Bernama/I-1