Polemik Suksesi Panglima TNI Dan Potensi Ancaman Disintegrasi Bangsa
JAKARTA - Pergantian Panglima TNI kali terasa Pemilihan Presiden (Pilpres). Karena terjadi perang narasi yang sangat keras dan vulgar. Situasi ini jelas tidak menguntungkan bagi TNI. Selain bisa mengancam soliditas internal, di sisi lain bisa memicu terjadi nya disintegrasi bangsa. Dan ini berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
"Jabatan Panglima TNI memang tidak lepas dari variabel politik. Meski kita sadar TNI adalah institusi yang dilarang untuk berpolitik praktis," ujar Arif Nurul Imam di Jakarta, Senin (18/10).
Masalahnya, sambung Direktur Indo Strategi Research and Consulting ini, siapa yang berhak mengangkat Panglima TNI adalah pejabat yang lahir dari proses politik, yakni Presiden. Karena itu, pemilihan Panglima TNI muncul dukung mendukung termasuk dari DPR. Meski demikian, Arif menilai proses tersebut masih dalam situasi terkendali.
"Yang perlu dijaga adalah menjaga soliditas internal TNI agar tetap solid. Tapi setelah terpilih TNI harus satu komando, siapapun Panglima TNI-nya," paparnya. Dengan demikian Ini juga merupakan PR bagi Panglima baru. Disini juga akan membuktikan rekam jejak karakter kepemimpinan masa lalu Panglima, apakah selalu solid di internalnya atau sebaliknya.
Arif mengakui, pada sisi lain, pemilihan Panglima TNI kali ini juga menunjukkan bahwa aturan belum sepenuhnya di ikuti oleh para pejabat. Misalnya Kasad yang baru tahun ini melaporkan LHKPN - nya. Dimana seharusnya sudah harus melaporkan sejak pertama kali menjabat sebagai Kasad. Dan juga adanya pelanggaran UU TNI sebagaimana disampaikan oleh ICW, ketika Kasau dan Kasad menjabat sebagai Komisaris Utama pada BUMN. Jelas hal tersebut dilarang oleh UU TNI.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya