Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Polemik Caleg Wajib LHKPN

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jagat politik Tanah Air tak pernah sepi dari polemik, apalagi menjelang perhelatan Pemilu 2019. Salah satu polemik yang kini menjadi perdebatan publik rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang kewajiban para calon anggota legislatif atau caleg yang akan ikut Pemilu 2019. Mereka wajib menyerahkan bukti Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN.

Keinginan KPU selaku penyelenggara pemilu agar setiap caleg menyerahkan LHKPN ini tertuang dalam Pasal 8 dan 9 Rancangan PKPU dan diuji publik di hadapan sejumlah partai politik peserta Pemilu 2019 akhir pekan ini. Kewajiban baru bagi caleg ini tentu ditolak sebagian besar partai dengan alasan ketentuan itu tidak ada dalam UU.

Sebagai penyelenggara pemilu, termasuk pilkada serentak, KPU memandang salah satu upaya mencegah praktik korupsi adalah dengan melihat dan mengontrol LHKPN. Untuk itu KPU seperti dikemukakan salah satu anggotanya, Ilham Saputra, KPU telah berkoordinasi dengan KPK terkait pemeriksaan LHKPN. Menurutnya, KPK telah menyanggupi hal tersebut.

Partai politik yang mengikuti uji publik serta merta menolak sambil mengingatkan KPU bahwa Rancangan PKPU tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sebaiknya dihilangkan saja, sebab pada Pemilu 2014 lalu, tidak ada syarat menyerahkan LHKPN bagi para caleg. Jika PKPU nantinya dipaksakan, berpotensi menimbulkan keresahan dan KPU dinilai telah melanggar UU.

Penolakan parpol juga diamini pemerintah. Direktur Politik, Direktorat Jenderal Politik, dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Bachtiar, berpendapat KPU tak perlu mengada-ada. Sepanjang tidak ada dalam UU, maka tidak perlu membuat aturan itu.

Untuk lebih memberi penjelasan pada pembaca, apa dan siapa saja yang wajib menyerahkan LHKPN sesungguhnya sudah tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kemudian, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Adapun Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah sebagai berikut. Mereka adalah pejabat negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, dan Hakim. Kemudian, pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari ketentuan tersebut, sesungguhnya caleg bukanlah pejabat negara, kecuali jika yang bersangkutan sudah terpilih dan dilantik sebagai anggota parlemen, barulah melekat jabatan penyelenggara negara. Jadi, bila merujuk UU tersebut tidak harus bagi caleg menyerahkan LHKPN. Selain itu karena banyaknya caleg yang akan bertarung di setiap daerah pemilihan, dipastikan malah menambah beban KPK sebagai lembaga yang menerima laporan LHKPN tersebut.

Jadi, dalam konteks ini mengingatkan KPU, semangat untuk membuat demokrasi bersih dan tak ternoda perilaku korup harus dijunjung tinggi. Tetapi semangat yang kemudian ingin diimplementasikan dalam peraturan, tetapi dasar hukumnya lemah, tidak usah dipaksakan.

KPU bersama KPK memang harus bersinergi, mengawasi perkembangan LHKPN anggota legislatif, tetapi yang sudah terpilih dan dilantik, bukan calon. Pengawasan bersama ini diharapkan meminimalkan tindak pidana korupsi di kalangan anggota legislatif.

Komentar

Komentar
()

Top