Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Politik Malaysia I Raja Tolak Pembatalan Aturan yang Diterapkan Saat Keadaan Darurat

PM Muhyiddin Didesak Mundur

Foto : AFP/Malaysia’s Department of Information/Nazri RAP

Didesak Mundur l PM Malaysia, Muhyiddin Yassin, saat berpidato dalam sidang parlemen di Kuala Lumpur pada Senin (26/7) lalu. Sidang ini menuai kekisruhan politik setelah menteri hukum Malaysia membatalkan beberapa peraturan yang diterapkan selama keadaan darurat dan kekisruhan ini menyebabkan PM Muhyiddin didesak untuk mundur.

A   A   A   Pengaturan Font

KUALA LUMPUR - Perdana Menteri Muhyiddin Yassin pada Kamis (29/7) didesak untuk mundur setelah Raja Malaysia, Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin, mencela pemerintahannya karena dianggap telah menyesatkan parlemen.

Teguran keras terhadap pemerintah itu merupakan hal yang tak lazim dilakukan raja Malaysia yang secara luas dihormati di negara berpenduduk mayoritas Muslim itu.

PM Muhyiddin yang sebelumnya memimpin koalisi untuk merebut kekuasaan tanpa melalui pemilihan pada tahun lalu, saat ini pemerintahannya di ambang kehancuran setelah sekutunya menarik dukungan.

Setelah selama berbulan-bulan ditangguhkan karena penerapan keadaan darurat terkait virus korona, akhirnya parlemen Malaysia bisa bersidang pada pekan ini. Penerapan keadaan darurat itu menurut para kritikus adalah upaya Muhyiddin untuk mempertahankan kekuasaan.

Peraturan yang diberlakukan di bawah keadaan darurat memberi otoritas kekuatan ekstra bagi pemerintah yang berkuasa untuk menghukum pelanggar aturan pembatasan terkait virus yang diterapkan untuk memerangi pandemi.

Saat parlemen bersidang pada Senin (26/7) lalu, menteri hukum mengatakan kepada legislatif bahwa keadaan darurat akan berakhir pada 1 Agustus dan beberapa peraturan yang diterapkan selama keadaan darurat, dibatalkan.

Menanggapi pembatalan itu, pihak istana kerajaan pada Kamis menegaskan bahwa Raja Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin tidak akan memberikan persetujuan atas pengumuman pembatalan peraturan itu dan raja menyatakan amat kecewa.

"Pengumuman pembatalan peraturan itu tidak akurat dan membingungkan parlemen," demikian pernyataan dari istana kerajaan. "Pembatalan itu tidak hanya gagal untuk menghormati prinsip-prinsip kedaulatan hukum, tetapi juga merusak fungsi dan kekuasaan Yang Mulia Raja sebagai kepala negara," imbuh mereka.

Tudingan Pengkhianatan

Tanggapan dari istana kerajaan menimbulkan reaksi dari oposisi dengan menyatakan PM Muhyiddin telah berkhianat dan memintanya untuk segera mundur.

"Pemerintah PM Muhyiddin telah melanggar konstitusi, menghina institusi monarki konstitusional dan membingungkan parlemen," ucap pemimpin oposisi Anwar Ibrahim.

Sementara itu pihak kantor PM Malaysia telah mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan diskusi antara pemerintah dan raja mengenai pemberlakukan keadaan darurat itu dan bersikeras tidak perlu ada pemungutan suara di parlemen terkait peraturan tersebut.

"Pemerintah berpandangan bahwa semua tindakan yang diambil ini sesuai dengan tata tertib dan dengan ketentuan hukum dan konstitusi federal," demikian pernyataan kantor PM Malaysia. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top