Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelestarian Lingkungan

PLTA di Pegunungan Perlu Lebih Beradaptasi dengan Perubahan Iklim

Foto : ISTIMEWA

Langkah-langkah adaptasi yang lebih baik dan sistem perencanaan dan pemantauan yang lebih kuat sangat dibutuhkan.

A   A   A   Pengaturan Font

SINGAPURA - Pembangkit listrik tenaga air (PLTA), salah satu sumber listrik energi terbarukan terbesar di dunia, semakin terancam di pegunungan Himalaya dan daerah sekitarnya karena bencana perubahan iklim. Banyak proyek PLTA baru direncanakan di dekat gletser atau danau glasial di dataran tinggi, yang rentan terhadap pemanasan global.

"Langkah-langkah adaptasi yang lebih baik dan sistem perencanaan dan pemantauan yang lebih kuat sangat dibutuhkan," kata sebuah studi baru yang dipimpin oleh Universitas Nasional Singapura (NUS), baru-baru ini. Dikenal secara kolektif sebagai High Mountain Asia, wilayah ini memiliki cadangan air terbesar berupa es dan salju di luar wilayah kutub.

Gletsernya, yang menyediakan air untuk minum dan penggunaan pertanian, juga mewakili sebagian besar potensi PLTA yang belum dimanfaatkan.

Ada lebih dari 650 proyek PLTA, baik yang sedang dibangun atau direncanakan di wilayah Himalaya, dengan potensi tenaga air di wilayah Pegunungan Tinggi Asia melebihi 500 gigawatt energi, cukup untuk mendukung kebutuhan listrik lebih dari 350 juta rumah. Namun, sejauh ini hanya sekitar 20 persen dari perkiraan potensi 500 gigawatt yang telah dimanfaatkan.

Kegagalan Pembangkit

Penulis utama studi tersebut dan rekan peneliti di Departemen Geografi NUS, Dongfeng Li, mengatakan studi tersebut dimotivasi oleh kegagalan pembangkit listrik tenaga air baru-baru ini di Himalaya. Tim ingin mempelajari hubungan antara bahaya pegunungan ini dan perubahan iklim.

Pada Februari tahun lalu, longsoran salju menghantam lembah glasial Himalaya di Distrik Chamoli, Uttarakhand, India, mengakibatkan puingpuing dan banjir besar yang menyapu dua proyek pembangkit listrik tenaga air.

Dilakukan bekerja sama dengan para ilmuwan dari negara- negara seperti Inggris, Nepal, dan Australia, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience pada 23 Juni itu merekomendasikan sistem pembangkit listrik tenaga air yang tahan perubahan iklim di daerah pegunungan yang tinggi.

Studi ini menemukan pencairan sistem es yang disebabkan pemanasan global sangat mengubah volume dan waktu pasokan air dari Pegunungan Tinggi Asia ke daerah hilir, yang diandalkan orang untuk makanan dan energi.

Pembangunan lebih banyak waduk untuk mengatur aliran sungai dan menghasilkan tenaga air merupakan bagian penting dari strategi untuk beradaptasi dengan perubahan ini. Namun, proyek adaptasi ini rentan terhadap serangkaian proses interaksi yang kompleks, termasuk pencairan gletser, pencairan lapisan es yang mengakibatkan tanah longsor, serta aliran puing dan banjir.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top