Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Sektor Energi - Volatilitas Harga Batu Bara Dunia Buat PLN Bergantung pada Subsidi APBN

PLN Dibayangi Risiko Finansial

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Batu bara masih berkontribusi besar terhadap sumber energi utama di Tanah Air. Hingga kini, energi kotor tersebut masih menyokong kapasitas hingga 36,98 gigawatt (GW) atau setara 50 persen dari total energi pembangkit listrik.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira memperingatkan PLN menghadapi potensi risiko finansial apabila kebergantungan terhadap dominasi batu bara sebagai sumber energi primer listrik masih berlanjut.

Pertama, volatilitas harga batu bara di pasar internasional membuat PLN bergantung pada subsidi listrik APBN yang mencapai 56,4 triliun rupiah pada 2022. "Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa PLN harus menanggung selisih antara biaya pembangkit listrik dengan tarif subsidi pemerintah," tegasnya dalam diskusi publik bertajuk Peran Investor dalam Percepatan Mitigasi Perubahan Iklim di Jakarta, Rabu (26/10).

Kedua, lanjut Bhima, cash flow margin PLN yang relatif kecil dapat menimbulkan risiko gagal bayar utang. "Hal ini dikarenakan pendapatan subsidi dari pemerintah dalam bentuk piutang dilunasi secara bertahap," terangnya.

Ketiga, Bhima melanjutkan, PLN juga memiliki beban lain berupa kontrak jual beli tenaga listrik dengan produsen tenaga listrik swasta atau Independent Power Producers (IPPs) dengan PLN yang menggunakan skema take or pay. Dalam skema itu, digunakan atau tidaknya listrik yang dihasilkan, PLN tetap membayar sesuai ketentuan yang disepakati.

"Padahal, IPP yang ada sebagai besar merupakan pembangkit listrik dengan tenaga baru bara. Maka, hal-hal tersebut dapat menyebabkan ancaman krisis energi, peningkatan risiko keuangan PLN, dan oversupply listrik dalam jangka panjang," papar Bhima.

Dalam sepuluh tahun terakhir kata dia, inefisiensi penggunaan sumber daya serta perubahan iklim yang ekstrim menjadi perhatian khusus. Indonesia menghadapi risiko lebih tinggi dibandingkan negara lain akibat perubahan iklim. Biaya akibat cuaca ekstrem dapat mencapai 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia dalam bentuk hilangnya peluang investasi, hambatan ekspor, impor wajib produk hijau, dan terbatasnya akses pembiayaan global pada 2050.

Risiko krisis iklim global makin mengancam pertumbuhan ekonomi dan serapan lapangan kerja. Karena itu transisi menuju ekonomi hijau menjadi sangat urgent untuk segera diimplementasikan.

PLN sebagai penyedia pasokan listrik utama di Indonesia memiliki peran strategis untuk turut berkontribusi dalam menyukseskan target untuk mencapai puncak emisi gas rumah kaca (GRK) nasional pada 2030 dan mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Peneliti Celios, Akbar Fadzkurrahman mengatakan dari kondisi yang telah disampaikan, terdapat potensi kerugian yang dapat berdampak pada pemangku kepentingan, salah satunya adalah pemegang obligasi (surat utang) PLN.

"Selain risiko keuangan, risiko yang dapat dialami investor adalah penurunan peringkat utang PLN mengingat semakin intensnya komitmen terhadap implementasi ESG (Environment, Social, Governance) secara global," ucapnya.

Intensitas tersebut ditunjukkan dengan beberapa industri yang telah mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan ESG. Lebih dari 90 persen perusahaan S&P 500 dan sekitar 70 persen dari perusahaan Russell 1000 telah menerbitkan laporan ESG.

Sebagai salah satu bond ETF holders, JP Morgan tercatat melakukan pembelian obligasi PLN pada 17 Oktober 2012 dan 22 Juni 2020.

Sesuai Jalur

Secara terpisah, Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PLN, Yusuf Didi Setiarto di Jakarta, Kamis (27/10), menegaskan, hingga saat ini transformasi yang dilakukan BUMN ketenagalistrikan tersebut masih sesuai jalur.

"Jadi hingga saat ini transformasi kita sudah benar dan sesuai rencana. Kami berharap pada dukungan semua pihak untuk keberlanjutan PLN," pungkasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top