Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelaksanaan Aturan

PLN Berani Langgar Permen ESDM soal PLTS Atap

Foto : ISTIMEWA

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa - Permen memang tidak mengatur hal-hal teknis yang berdampak pada jaringan PLN karena Per­men itu berlaku untuk semua pemegang izin usaha penye­diaan tenaga listrik (IUPTL), tidak saja PLN. Alasan tersebut, jelasnya, dibuat-buat karena pemba­hasan dampak PLTS Atap terhadap sistem PLN seharusnya sudah dilakukan sejak dikeluarkannya Permen ESDM No 49/2018. “Sejak saat itu tidak ada perubahan signifikan sis­tem kelistrikan,”

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Upaya pemerintah untuk menunjukkan pada masyarakat global akan keseriusan untuk beralih ke energi baru terbarukan di masa mendatang terganggu oleh sikap jajaran direksi PLN yang dalam keputusannya justru berani melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021.

PLN bahkan terang-terangan membuat memo internal tentang PLTS Atap rumah yang melanggar Permen ESDM tersebut. Dalam aturan yang baru-baru ini menyebutkan ekspor ke grid seharusnya dibayar PLN 100 persen. Namun, dalam aturan pelaksanaan yang dikeluarkan PLN hanya mengakui 65 persen dari tarif.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, yang diminta pendapatnya mengatakan memo itu menunjukan bahwa PLN tidak mau melaksanakan Permen ESDM No 26/2021, dengan alasan bahwa Permen tidak mengatur hal-hal teknis secara detail.

Menurut Fabby, Permen memang tidak mengatur hal-hal teknis yang berdampak pada jaringan PLN karena Permen itu berlaku untuk semua pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL), tidak saja PLN.

Alasan tersebut, jelasnya, dibuat-buat karena pembahasan dampak PLTS Atap terhadap sistem PLN seharusnya sudah dilakukan sejak dikeluarkannya Permen ESDM No 49/2018. "Sejak saat itu tidak ada perubahan signifikan sistem kelistrikan," tegas Fabby.

Seharusnya PLN telah melakukan kajian teknis pada saat rancangan Permen ESDM No 26/2021 disusun pada tahun lalu, yang kemudian diundangkan pada Agustus 2021.

"PLN punya banyak waktu mengkaji dan mempersiapkan pelaksanaannya, tapi tidak dilakukan," kata Fabby.

Ia mengatakan bahwa memo tersebut justru keluar dua bulan setelah pemerintah dan PLN bersepakat menjalankan Permen 26/2021 melalui rapat yang dipimpin Menko Perekonomian pada 19 Januari 2022. Di rapat itu, Direksi PLN hadir, demikian juga dengan Wakil Menteri BUMN, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif.

Fabby menegaskan PLN memang sengaja mbalelo tidak melaksanakan Permen PLTS Atap tersebut. Sebab, tidak ada alasan teknis yang bisa dijadikan dasar pembatasan 15 persen di memo tersebut.

Dia menduga PLN khawatir dengan penetrasi PLTS Atap karena bisa menyebabkan penerimaan perusahaan terdampak (berkurang). Padahal dalam rapat di Kemenko Perekonomian, Menkeu menyatakan akan memberikan kompensasi kalau ada kerugian.

"Menurut saya, Presiden harus menegur Dirut PLN karena tindakan pembangkangan PLN ini berdampak pada Program Strategis Nasional (PSN) 3,6 GW PLTS Atap pada 2025, dalam rangka mencapai target 23 persen energi terbarukan sesuai dengan amanat Perpres No 22/2017 tentang RUEN," tegas Fabby.

Harus Jelaskan ke Publik

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan PLN mesti menjelaskan pada publik kenapa tarif 1:0,65 muncul kembali dalam memo internal. Padahal Permen ESDM No 26 Tahun 2021 sudah jelas menyebut tarif 1:1 yang disambut baik oleh publik karena berharap mampu mengejar target bauran energi 23 persen pada 2025 nanti.

Apapun keputusan yang berakibat secara luas dan apalagi menganulir peraturan yang lebih tinggi, sudah menjadi kewajiban PLN untuk menjelaskannya. Apalagi soal energi yang menjadi perhatian tidak hanya negara, tapi juga masyarakat internasional. "Energi hijau ini sudah jadi kepentingan dunia. Jadi mesti terus didukung, jangan malah dihambat," terang Aditya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top