Pimpinan MPR
Bentuk pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat.
Dengan kewenangan yang kecil, maka tugas pimpinan MPR cukup ringan. Namun demikian, hasrat kuat parpol untuk menduduki kursi pimpinan tetap tinggi mengingat fasilitas yang diberikan negara cukup besar. Apalagi dalam periode mendatang, sudah ada rencana dari partai besar seperti PDI-P untuk amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pemandu kebijakan negara, meski presiden dan wapres dipilih secara langsung.
MPR sebagai lembaga tinggi negara harus dipandang sebagai salah satu institusi untuk memperlancar proses dan mekanisme kehidupan kenegaraan, bukan tempat mencari jabatan dan fasilitas. MPR harus dijadikan lembaga terhormat yang secara simbolis akan melantik presiden dan wakil presiden yang dipilih rakyat dalam pemilihan langsung.
Jika lembaga ini diperbanyak pimpinanya hanya untuk memenuhi keinginan politik mencari jabatan, citra MPR akan runtuh. Rakyat akan melihatnya sebagai lelucon politik belaka. Bayangkan, 10 pimpinan MPR berdiri memimpin sidang paripurna pelantikan presiden dan wapres.
Jadi sekali lagi, kearifan dan kesantunan politisi dalam menentukan kursi pimpinan MPR harus diingatkan. Keuangan negara tengah dalam keadaan sulit, perlu penghematan. Lembaga tinggi negara, baik MPR, DPR, DPD, maupun lainnya harus memberi contoh cara bernegara yang baik di tengah situasi sulit saat ini.
Komentar
()Muat lainnya