Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Peternakan I Harga Daging Ayam Lokal Kalah dengan Impor Karena Praktik Kartel Pakan Ternak

Peternak Lokal Terancam Serbuan Daging Impor

Foto : Sumber: Kementerian Perdagangan - KORAN JAKARTA/ON
A   A   A   Pengaturan Font

» Surplus daging ayam karena pedagang membeli saat harga murah, lalu disimpan menunggu harga naik baru dijual.

» Masyarakat kelas terbawah mengandalkan daging ayam untuk memenuhi asupan protein mereka.

JAKARTA - Keluhan Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) akan ancaman dari daging impor, harus segera direspons pemerintah sebagai upaya untuk melindungi para peternak dari ancaman kehilangan pendapatan karena pasarnya tergerus.

Pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Jumat (24/2), mengatakan salah satu penyebab harga daging ayam lokal kalah dengan produk impor karena praktik kartel pakan ternak yang membuat harga pakan ayam potong terombang-ambing.

"Produksi daging ayam lokal memang tidak efesien karena harga pakan ternak yang mahal. Ini karena ada praktik kartel dalam produksi pakan ternak. Pabrik pakan rata-rata milik pemodal asing dengan bahan baku jagung impor. Kondisi tersebut mempersulit peternak kecil dan menengah, yang sangat bergantung dengan pakan ternak," kata Ramdan.

Mereka terombang-ambing harga pakan ayam yang terus naik sehingga margin mereka kecil sekali. Sementara peternak kelas atas sudah punya pabrik sendiri. Situasi tersebut makin parah dengan masuknya daging ayam impor. Sebelum kedatangan impor, stok sudah ada hampir empat juta ton, sedangkan kebutuhan hanya tiga juta ton.

Penyebab surplus sendiri karena pedagang membeli saat daging ayam murah, disimpan menunggu harganya naik, baru dijual. Masa simpan paling lama satu tahun, nanti setelah itu dijual untuk bahan baku produk turunan seperti sosis dan sebagainya sehingga batas penyimpanan bertambah lama.

Menurut Ramdan, pemerintah seharusnya membuat afirmasi agar peternak lokal bisa untung, tidak kalah dengan impor. Sementara daging impor masih bisa masuk karena keputusan WTO tidak boleh ada pembatasan, meskipun pemerintah sedang sidang banding untuk daging ayam impor yang dipermasalahkan kehalalannya.

Pinggirkan Peternak Lokal

Sementara itu, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, mendesak agar aparat menelusuri siapa saja yang mengimpor tersebut. Hal itu agar pangsa pasar produk ternak yang dikuasai oligarki tidak meminggirkan rakyat sebagai peternak lokal.

"Komite Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) perlu hadir kalau ada indikasi praktik kartel dalam tata niaga ternak. Saat ini industri perunggasan nasional sedang tidak baik-baik saja," tegas Awan.

Sejak 2016, KPPU sudah menindak praktik kartel ayam potong, namun sampai saat ini praktik kartel tersebut masih terjadi. "Artinya, produksi dan distribusi ayam potong masih dikendalikan oleh oligarki," jelas Awan.

Dia mengusulkan agar pemerintah serius mendorong demokratisasi peternakan, khususnya di tata niaga/distribusinya. Perlu penguatan koperasi ternak rakyat dengan melibatkan para pihak melalui skema koperasi multipihak untuk melawan praktik kartel dan oligarki ayam potong.

Bekerja Keras

Deputi Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, Achmad Yakub, menyatakan pada prinsipnya semua pihak baik Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus bekerja keras menindaklanjuti perintah Presiden untuk menjaga harga pangan menjelang Ramadan dan Idul Fitri.

"Ayam selalu berada dalam nomor lima besar di bawah beras dan telur penyumbang pengeluaran terbesar di daftar komoditas garis kemiskinan makanan. Artinya, kelas terbawah pun mengandalkan ayam untuk konsumsi protein mereka. Jadi, sesuai Intruksi Presiden untuk mengendalikan inflasi harus dilakukan stabilisasi pasokan dan harga pangan dengan berbagai skema dari hulu ke hilir," kata Yakub.

Berkaitan dengan masalah yang membelit peternak ayam, dia meminta agar semua stakeholders duduk bersama termasuk Badan Pangan Nasional. Sebab, ayam telah menjadi komoditas penting apalagi menjelang hari raya Lebaran.

"Kebutuhan opor ayam setiap lebaran meningkat pesat. Tapi, apakah peternaknya juga happy? Sama dengan harga beras naik, tapi apakah petaninya happy? Masalah ini yang harus dievaluasi dari hulu hingga ke hilirnya," kata Yakub.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top