Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Pesona Agrowisata di Pabrik Gula Pertama di Indonesia

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Berdirinya PG Pangka pada 1832 menjadikan Tegal sebagai pelopor bagi industri gula di Tanah Air. Setelah ditutup pada 2019, pabrik gula ini diubah menjadi destinasi wisata agro berupa wisata keliling pabrik gula dengan kereta lori.

Pada masa penjajahan Belanda, Pulau Jawa menjelma menjadi tempat bagi produksi gula untuk diekspor ke Eropa. Bukti jejak industri gula pertama di negeri ini bisa dilihat dari keberadaan Pabrik Gula (PG) Pangka atau Suiker Fabriek (SF) Pangka yang terletak di Desa Pangkah, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal.

PG Pangka didirikan pada zaman pemerintahan Belanda sekitar tahun 1832 silam oleh perusahaan bernama bernama NV Kosy & Sucier. Artinya pabrik yang kini berada di bawah naungan PT Perkebunan Nasional IX ini, umurnya telah mencapai 190 tahun.

Sebagai salah satu wilayah di pantai utara Jawa, Tegal adalah sebuah wilayah yang sangat strategis. Pendirian pabrik gula di Tegal sangat masuk akal. Tempat ini memiliki dataran rendah yang luas di tengah dan utara dengan sumber air melimpah dari Sungai Gung sehingga sangat cocok untuk perkebunan tebu.

Tegal yang berada di pinggir pantai memungkinkan dibangun pelabuhan bagi kapal-kapal besar menuju Eropa. Apalagi dengan adanya Jalan Pos dari Anyer hingga Panarukan sepanjang 1.000 kilometer yang dibangun antara 1808 antara 1811, makin memudahkan mobilitas barang menuju kota-kota lain.

Menyusul PG Pangka sebagai pabrik gula pertama, di tempat ini dibangun pabrik gula lain seperti PG Balapulang, PG Pagongan, PG Kemantran, serta PG Adiwerna, yang sekarang semuanya telah tutup.

Pada masa keemasan industri gula Hindia-Belanda, Tegal merupakan kawasan perkebunan dengan pelabuhan yang maju. Pada waktu itu, kereta-kereta loko uap dari kawasan pabrik gula di selatan Tegal, bisa langsung menuju pelabuhan.

Pada 1879 Belanda membuat Stoom Bagger Molen atau dinas kapal keruk untuk menjamin agar pelabuhan Tegal selalu siap dengan kedalaman yang cukup bagi kapal-kapal pengangkut kargo ekspor. Pendangkalan sampai saat ini menjadi masalah utama pengembangan pelabuhan niaga di tempat ini.

Industri gula di Jawa khususnya di Tegal, mengalami kejayaan pada sampai tahun sebelum terjadi Depresi Besar (Great Depression) yang terjadi antara 1929 hingga hingga 1939. Resesi ekonomi yang berkepanjangan ini menghancurkan ekonomi dunia saat itu.

Dampaknya banyak pabrik gula di Jawa ditutup saat itu sebagai respons akan harga yang tidak stabil karena menurunnya permintaan. Namun PG Pangka sebagai pabrik gula tertua masih bisa bertahan, hingga berhenti beroperasi pada pada 2019.

Sebelumnya, berbagai upaya dilakukan Serikat Pekerja (SP) Perkebunan PG Pangka untuk tetap bertahan, mulai dari menghidupkan agrowisata bahkan menyewakan sebagian aset PG Pangka untuk sekedar menutupi gaji karyawan. Namun upaya ini tidak menyelesaikan masalah defisit keuangan yang terjadi.

Maraknya gula impor yang harganya lebih murah dari gula lokal, juga dinilai menjadi alasan kuat PG Pangka terseok-seok dalam menutupi ongkos produksi. Perubahan manajemen perusahaan induknya yaitu PTPN IX yang merupakan perusahaan plat merah, kemudian memutuskan pabrik itu harus ditutup.

Loko Antik

Meski sudah tidak berproduksi masyarakat masih bisa menikmati sisi sejarah dari pabrik gula tertua di Indonesia yang ada di Tegal ini. PG Pangka saat ini menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Tegal, apalagi di sini wisatawan masih bisa melihat bangunan pabrik dan menikmati perjalanan dengan wisata loko antik.

Lokomotif-lokomotif yang dimiliki PG Pangka saat ini kondisinya masih tetap terawat. Saat ini lokomotif diesel yang beroperasi 4 unit. Sedangkan untuk kereta uap pabrik tersebut memiliki 9 unit. Namun karena pertimbangan umur, penggunaannya dibatasi atau tidak setiap hari.

Wisatawan dapat menaiki loko yang menarik tiga gerbong kereta wisata. Selain itu loko ini beserta gerbongnya masih digunakan pada acara tertentu seperti Pekan Raya Pariwisata Pangkah (PRPP) yang dulu bernama Metikan.

Ketika pabrik masih beroperasi, acara Metikan yang digelar setiap menjelang musim giling tiba berlangsung sangat meriah. Namun karena pabrik dan perkebunannya sudah tidak beroperasi maka dibuat acara mirip Metikan dengan nama PRPP sebagai gantinya.

Acara festival ini untuk masyarakat sekitar dan sering dijadikan sebagai ajang bisnis para pengusaha dan pedagang untuk menjual produk. Mereka menjual berbagai macam dagangan seperti jajanan khas Tegal, pakaian, mainan anak, dan masih banyak lainnya

Pada acara PRPP, loko antik yang dibuat sekitar tahun 1927 dengan menggunakan tenaga diesel, menjadi daya tarik bagi wisatawan. Meskipun usianya yang sudah cukup tua, loko ini sanggup menarik 3 gerbong wisata dengan kapasitas 100 penumpang anak-anal atau 75 orang penumpang dewasa.

Gerbongnya sendiri terlihat seperti baru dengan kursi dari kayu dengan kursi untuk 2 orang di kiri dan 1 penumpang di kanan. Posisi tempat duduknya dibuat saling berhadapan. Di sisi-sisi gerbong, jendelanya dibuat besar tanpa kaca sehingga penumpang bisa menikmati pemandangan di luar secara langsung.

Wisatawan akan diajak menelusuri sekitar pabrik gula dengan pemandangan bangunan pabrik khas kolonial. Pemandangan ini mengajak membayangkan suasana ke abad-19 ketika pabrik tersebut didirikan. Di pabrik gula ini memiliki 9 stasiun yaitu Stasiun Ketelan, Pemurnian, Nira (Air Tebu), Penguapan, Masakan, Pendingin, Besali (Bengkel), Puteran, dan Listrik.

Pemandangan perumahan warga, jalanan raya, perkebunan, dan semak-semak bekas perkebunan tersebut adalah pemandangan lain yang ditawarkan. Setelah berputar sebanyak dua kali dalam waktu sekitar 30 menit wisatawan akan kembali ke titik permulaan.

Rel lori tebu yang ada sebenarnya bisa mencapai 16 kilometer hingga sampai Waduk Cacaban. Untuk itu wisatawan rombongan perlu merogoh kocek lebih dalam. Sementara untuk dua kali putaran melewati sekitar pabrik gula itu penumpang dikenakan tarif 10.000 rupiah.

Layanan agrowisata loco antik dibuka mulai jam 08.00 hingga 17.00 WIB. Tempat ini memiliki beberapa fasilitas yang memudahkan wisatawan, seperti area parkir kendaraan, musala, kamar mandi /MCK, penginapan, dan masih banyak lagi. hay/I-1

Menanti Senja di Waduk Cacaban

Setelah menaiki loko antik di PG Pangka, ada baiknya mengunjungi Waduk Cacaban yang berada di Desa Karanganyar, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal. Jaraknya dari pabrik gula sejauh 5,8 kilometer dengan waktu perjalanan sekitar 14 menit ke arah tenggara.

Di sini wisatawan dapat melihat pemandangan alam luas yang memanjakan mata, didukung dengan latar belakang pemandangan hutan yang indah. Luas area genangan waduk sendiri mencapai 928,7 hektare dengan kapasitas mencapai 90 juta meter kubik.

Setelah dilakukan pembenahan dan ditutup selama 2 tahun, pada Oktober 2022 objek wisata ini tampil dengan wajah baru. Dengan demikian tempat ini menjelma menjadi destinasi unggulan baru setelah Guci dan Pantai Purwahamba Indah.

Selain pemandangan pegunungan dan air, di tengah Waduk Cacaban ini terdapat pulau-pulau kecil. Selain memberi manfaat bagi wisata, waduk tersebut juga memberi manfaat bagi pertanian, dan ekonomi warga sekitar yang mencari nafkah dan menggantungkan usahanya dari waduk.

Di kawasan waduk terdapat Aula Gardu Pandang yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat dan berfoto. Selain itu bisa mendatangi area hutan di tempat ini untuk mendapatkan kombinasi pemandangan alam waduk dan hijaunya pepohonan.

Waduk Cacaban dikelilingi oleh perbukitan savana yang disebut sebagai Bukit Teletubbies. Pada musim kemarau, rerumputan di perbukitan tampak mengering kuning kecoklatan. Warna kuning kecoklatan itu justru membuat perbukitan bak diselimuti oleh karpet warna cerah.

Di perbukitan ini tampak satu dua pepohonan yang tumbuh jarang-jarang. Dengan warna dedaunan yang hijau, membuat rumput kuning ini terlihat lebih jelas. Berpadu dengan warna perairan hijau di danau sehingga menciptakan pemandangan yang indah menghadirkan perpaduan warna yang kontras.

Waduk Cacaban kini telah dilengkapi dengan playground alias tempat bermain anak. Di dekat perirana terdapat jogging track, dermaga, gardu pandang, warung-warung makan, dan perahu wisata. Aktivitas ini berjalan kaki di waduk, atau mengelilingi waduk dengan perahu dapat dilakukan.

Pengunjung dapat menikmati suasana santai, dengan memancing ikan. Bagi pemancing tempat ini menyediakan ikan yang melimpah, karena secara rutin ditebar benih ikan nila yang dapat dipancing sebagai sumber gizi masyarakat sekitar waduk.

Setelah melakukan aktivitas tersebut bisa dilanjutkan dengan aktivitas menikmati sajian kuliner khas. Menjelang sore saat tepat untuk berfoto-foto karena pemandangan langit akan menjadi lebih menarik dengan pencahayaan yang lebih baik.

Jam buka Waduk Cacaban buka mulai jam 06.00-21.00 WIB setiap harinya. Tiket dewasa hari biasa (Senin-Jumat) 4.000 rupiah per orang. Sedangkan untuk akhir pekan (Sabtu-Minggu) tiketnya dijual sebesar 5.000 per orang. Khusus untuk anak-anak hari biasa dijual sebesar 3.000 rupiah per anak dan akhir pekan 4.000 rupiah per anak.

Jika ingin berkeliling waduk naik perahu, pengunjung harus membayar tambahan 15.000 per orang. Namun harga tiket ini bersifat sementara karena bisa naik sewaktu-waktu.

Dari sisi sejarah, Waduk Cacaban mulai digagas pembangunannya sejak 1914 dan dibuat perencanaan detailnya pada 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun baru diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 1952.

Waduk dibangun dengan tujuan irigasi persawahan di Tegal, namun kini berkembang menjadi tempat wisata. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top