Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lalu Lintas Valas

Perusahaan Pembayaran Asing Harus Pakai Rupiah

Foto : ANTARA/SIGID KURNIAWAN

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendesak penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) luar negeri yang merambah pasar Indonesia menggandeng PJSP domestik dan memastikan setiap transaksi menggunakan denominasi rupiah. Desakan itu untuk menanggapi dua PJSP lintas batas (cross border) yang menjual jasa sistem kepada turis asing di Bali.

Beberapa waktu lalu, dua PJSP asing itu juga bekerja sama dengan merchant atau sektor usaha seperti hotel di Pulau Dewata, dan menawarkan fasilitas pembayaran kepada turis asing.

"Yang belum kerja sama, sudah kami stop merchant-nya, sudah lapor kepada kami, sudah kami tegaskan," kata Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Onny Widjanarko di Jakarta, Kamis (13/9).

Secara spesifik, Onny ataupun pejabat Bank Sentral lainnya enggan menyebutkan entitas dua PJSP asing tersebut. Namun, Onny tidak membantah dan juga tidak membenarkan, ketika ditanyakan apakah dua PSJP asing tersebut adalah Alipay dan WeChat, seperti pemberitaan media nasional dalam beberapa waktu terakhir.

Setelah BI melakukan menindak tegas dengan menghentikan kerja sama antara merchant dan PJSP asing, Onny menyebutkan memang terdapat sejumlah PJSP asing yang langsung mengurus izin untuk bekerja sama dengan PJSP domestik.

Hingga awal September 2018, terdapat satu PJSP luar negeri yang meneken kerja sama dengan PJSP domestik. Ihwal kewajiban kerja sama ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/VI/PBI/2018 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik yang berlaku mulai 4 Mei 2018. Dalam Peraturan itu disebutkan, setiap PJSP yang beroperasi di dalam negeri harus masuk ke Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Baca Juga :
Budi Daya Udang

BI juga meminta PJSP luar negeri ini bekerja sama dengan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV. BI mendesak PJSP asing tersebut menyelesaikan kesepakatan kerja sama dengan PJSP domestik paling lambat tahun ini.

Situasi Terkendali

Pada kesempatan berbeda, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada 2019 didasarkan pada situasi pasar keuangan yang diprediksi lebih terkontrol pada tahun depan.

"Kami perkirakan situasi pasar keuangan pada 2019 lebih controllable (terkendali), sehingga kami memberikan proyeksi APBN 14.300 sampai 14.700 rupiah," ujar Mirza saat rapat kerja membahas asumsi dasar makro RAPBN 2019 di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Mirza menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan oleh BI akan terjadi dari level 2 persen menjadi 3,25 persen, gejolak yang terjadi di global tidak akan sebesar saat suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) naik dari 0,25 persen menjadi 2 persen.

Selain itu, rencana Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada 2019, juga tidak akan banyak berpengaruh terhadap negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

"Terkait sinyal dari ECB kapan akan kurangi likuiditasnya, pasar perkirakan Eropa mulai naikkan suku bunga di semester kedua 2019. Tapi berdasarkan pengalaman, kenaikan suku bunga AS lebih berpengaruh terhadap emerging markets dibandingkan policy dari ECB atau Bank of Japan. Melihat hal tersebut, kenaikan suku bunga AS dari 2 ke 3,25 diharapkan lebih controllable," jelas Mirza.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top