Jum'at, 08 Nov 2024, 00:00 WIB

Perubahan Skema Subsidi Bisa Picu Kemiskinan Baru

Kemiskinan

Foto: ANTARA

Subsidi sebaiknya diberikan untuk kegiatan produktif sehingga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.

JAKARTA – Rencana pemerintah menggulirkan skema baru, bantuan langsung tunai (BLT) untuk menggantikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) berpotensi mengerek inflasi. Kebijakan itu dikhawatirkan dapat menambah angka kemiskinan baru.

Peneliti Ekonomi Center of Economic and Lawa Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan skema BLT ini memang banyak digunakan oleh pemerintahan sebelumnya. Subsidi ini diakuinya langsung menyasar kepada kelompok membutuhkan.

Bagi sebagian orang tentu subsidi skema G2P (government to person) menguntungkan, namun tidak bagi sebagian masyarakat. Sebagian masyarakat masih banyak yang tidak menerima subsidi BLT karena kategori bukan masyarakat miskin. Namun, mereka ikut terdampak apabila ada kenaikan harga akibat pencabutan subsidi.

Nailul mencontohkan kelompok rentan miskin yang bisa menjadi kelompok miskin ketika harga BBM subsidi dinaikkan. Mereka juga tidak mendapatkan bantuan kompensasi peralihan subsidi tersebut. "Jadi memang efek pindah dari subsidi barang ke BLT cukup luas efeknya,terutama ke inflasi dan kemiskinan," ucap Huda, Kamis (7/11).

Menurutnya, kemiskinan bisa naik disebabkan inflasi tinggi. Kondisi ini harus diantisipasi oleh pemerintah jika ingin mengubah skema subsidi BBM dan listrik.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan subsidi energi memang sebaiknya dialihkan, namun bukan untuk BLT. Karena BLT hanya menyasar kelompok masyarakat bawah, sementara kelompok menengah tidak bisa memperoleh subsidi itu.

"Subsidi sebaiknya diberikan untuk kegiatan produktif sehingga bisa menggerakkan pendapatan. Misalnya subsidi bunga untuk kredit usaha atau subsidi di sektor pendidikan karena meski ekonomi sulit, tetap akan tumbuh asalkan bisa prioritaskan kegiatan produktif untuk alokasi anggaran," ungkap Esther.

Dia menegaskan skema BLT dari dulu tidak efektif. Dari ratusan miliar BLT yang dikucurkan selama 10 tahun terakhir, dampaknya menurunkan tingkat kemiskinan hanya 2–3 persen.

Seperti diketahui, pemerintah tengah menggodok aturan baru terkait perubahan skema subsidi energi. Hal itu dilakukan karena penyaluran subsidi energi yang tidak tepat sasaran.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan sekitar 20–30 persen subsidi energi selama ini berpotensi dinikmati oleh kelompok yang tidak termasuk kategori masyarakat miskin atau rentan.

Ketua Tim Penggodok Kebijakan Subsidi Energi itu mengucapkan khusus untuk subsidi BBM dan listrik akan dilakukan exercise mendalam, sembari menunggu laporan dari berbagai stakeholder terkait.

BBM Nelayan

Anggota Komisi IV DPR RI, Hanan A Rozak, mengungkapkan dirinya mendapat laporan banyak nelayan masih kesulitan mendapatkan BBM subsidi. Hal ini menjadi kendala operasional nelayan kecil.

"Terkait nelayan masih dikeluhkan BBM bersubsidi, kita belum bisa memberikan fasilitas bahan bakar bersubsidi yang mencukupi. Mereka masih sulit mendapatkan bahan bakar," kata Hanan dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan KKP di Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

Hal serupa juga dikatakan oleh anggota Komisi IV Fraksi Nasdem, Arif Rahman. Dia mengatakan penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan malah tidak tepat sasaran karena dirasakan oleh pelaku usaha besar.

"Ini problem. Kontrol KKP harus ketat. Nelayan-nelayan kaya tajir juga membeli BBM subsidi, harus ada kontrol yang jelas semacam membuat pakai IT-lah, harus jelas," terangnya.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: