Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pertunjukan Monolog tentang Sejarah Indonesia Siap Tampil di Eropa

Foto : Muhamad Ma'rup

Sutradara dan pemain dalam Regina Art Monologue Project, Wawan Sofwan, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Regina Art akan menggelar pertunjukan dua monolog tentang sejarah Indonesia yang akan ditampilkan di lima negara eropa pada Oktober-November 2023. Pertunjukan dalam program Regina Art Monologue Project tersebut sebelumnya juga digelar di Meksiko dan Amerika Serikat (AS).

"Regina Art Monologue Project dipentaskan di berbagai kota di luar negeri itu sebagai misi budaya dan sejarah," ujar sutradara dan pemain dalam Regina Art Monologue Project, Wawan Sofwan, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/9).

Dia mengatakan, dua judul monolog yang akan dipentaskan yaitu "Besok Atau Tidak Sama Sekali" yang dia tampilkan tentang perjuangan batin Soekarno sesaat sebelum proklamasi kemerdekaan. Selain itu, ada juga "Cotton Candy" karya E. D. Jenura yang ditampilkan Joane Win tentang perjuangan korban kekerasan seksual dalam mengatasi trauamanya.

"Cotton Candy tentang kekerasan perempuan tahun '98. Bagi kami tentang sebuah memori, sebuah ingatan atas peristiwa yang hampir meluluhlantahkan rasa kemanusiaan di seluruh Indonesia. Kita menolak untuk lupa pada peristiwa semacam itu karena jangan sampai peristiwa tersebut terulang lagi," jelasnya.

Wawan menerangkan, untuk pementasan tentang Soekarno sangat relevan dengan kondisi hari ini. Dia menyebut teks Indonesia Menggugat yang dibuat Soekarno tahun 1930 masih relevan dengan hari ini sebab memuat tentang kapitalisme dan imprealisme dalam bentuk lain.

Dia menambahkan, dalam pementasan "Besok Atau TIdak Sama Sekali" juga menyoroti bagaimana peran pemuda menjelang kemerdekaan. Menurutnya, hal tersebut penting karena pembahasan tentang proklamasi lebih banyak pada dua tokoh saja yaitu Soekarno dan Hatta.

"Bisa dilihat saat itu eskalasi peran pemuda semakin kuat. Kita itu hanya berfokus pada dua tokoh saja Seokarno dan Hatta. Padahal peristiwa sebenarnya bagaimana pemuda memaksa Soekarno dan Hatta untuk cepat memproklamasikan kemerdekaan," ucapnya.

Wawan mengatakan, Regina Art Monologue Project menyasar penonton Diaspora Indonesia juga masyarakat lokal yang tertarik baik pada tema monolog maupun seni pertunjukan teater itu sendiri. Pihaknya juga menyiasati penggunaan bahasa dengan menampilkan teks terjemahan saat pementasan berlangsung.

"Sekarang yang paling banyak dibawa itu tarian dan musik yang diperkenalkan. Kami ingin memperkenalkan sastra dan sejarah Indonesia seperti apa. Awalnya ragu karena selama ini ada anggapan sulit membawa teater ke luar karena unsur bahasa dan dominasi verbal," tandasnya.

Produser dan Pemain dalam Regina Art Monologue Project, Joane Win, mengatakan isu nasionalisme dan kekerasan terhadap perempuan menjadi latar belakang dari pementasan. Selain mengangkat nilai-nilai kehidupan dan edukasi penting untuk isu nasionalisme dan perempuan, dia berharap pentas ini jadi pementasan yang kaya akan nilai kehidupan, budaya, dan keindahan seni.

"Dengan pementasan ini diharapkan penonton dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga kita dapat bersama-sama lebih menghargai para pendahulu bangsa, meningkatkan empati dan kesadaran, ikut berpartisipasi dalam melawan tindak kekerasan seksual, dan turut serta membela hak asasi manusia," ucapnya. (ruf/S-2)


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top