Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Persatuan Nasional

Pernyataan Provinsi Garis Keras Mengeruhkan Suasana

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai pernyataan pakar hukum tata negara, Mahfud MD, tentang adanya provinsi garis keras sangat tidak bijak. Sebab, tidak ada daerah garis keras di Indonesia.

"Pemikiran itu hanya muncul dari politik identitas yang dijalankan oleh para oknum elite politik. Artinya, yang ada sekarang adalah oknum elite yang mengompori rakyat untuk terpecah belah. Penyebutan daerah garis keras malah mengeruhkan suasana," kata pakar politik Universitas Brawaijaya Malang, Wawan Sobari, saat dihubungi, Senin (29/4).

Menurut Wawan, rakyat sekarang tidak perlu lagi diberikan informasi berlandaskan politik identitas agama maupun kedaerahan. Pernyataan Mahfud MD tidak selalu menggambarkan kepentingan masyarakat, tapi bisa kepentingan pribadi. "Sebaiknya, sambil menunggu pengumuman KPU tentang hasil Pilpres, semua pihak harus sama-sama menjaga keadaan, jangan sampai merembet masalah baru ke politik identitas," tukasnya.

Dihubungi terpisah, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan pernyataan soal garis keras serta menghubungkannya dengan agama sangat tak tepat, apalagi dikaitkan juga dengan sikap pemilih.

"Kalau ada daerah yang memilih salah satu capres karena dasar agama, itu bukan garis keras, itu pemilih sosiologis namanya," kata Adi.

Menurut Adi, pernyataan tersebut justru akan menyulitkan terwujudnya rekonsiliasi usai Pemilu 2019. "Pernyataan adanya provinsi garis keras memicu polemik baru yang mengancam rekonsiliasi," ujarnya.

Setelah memicu polemik, Mahfud kemudian menjelaskan yang dimaksud garis keras. Menurutnya, garis keras itu sama dengan fanatik dan sama dengn kesetiaan yang tinggi. "Itu bukan hal yang dilarang, itu term politik. Sama halnya dengan garis moderat, itu bukan hal yang haram," katanya melalu akun Twitter-nya.

Dengan penjelasan tersebut, Mahfud berharap semoga pernyataannya soal provinsi garis keras bisa dimengerri oleh semua pihak.

Butuh Keadilan

Sementara itu, anggota Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Benny Susetyo, menyatakan rakyat sebenarnya membutuhkan keadilan dan kemakmuran seperti halnya yang telah diamanatkan dalam Pancasila.

"Keberadaan Pancasila memang sedikit terabaikan saat ini. Karena itu, tugas dari presiden terpilih untuk membumikan Pancasila agar dapat lebih dipahami dan dilakukan masyarakat dalam kegiatan sehari hari," kata Benny.

Salah satu yang terpenting dari Pancasila itu adalah pemerataan kesejahteraan dan keadilan. "Contohnya, pemerataan di bidang pendidikan. Dulu, di beberapa daerah dibuat pusat pendidikan guru, sehingga masyarakat di daerah-daerah tersebut terayomi pendidikannya," kata Benny.

Pendidikan guru menjadi hal yang penting karena gurulah yang membentuk karakter generasi muda. "Sekarang yang ada, semua dapat menjadi guru. Lulusan S-1 dapat menjadi guru. Padahal tidak mudah untuk menjadi pendidik. Karena itulah gunanya pemerataan pendidikan di sini," tukas Benny.

Menurut Benny, kebijakan mendasar mesti dilakukan sekarang ini adalah pembangunan ekonomi desa secara intensif dan maksimal. "Memang, Bhinneka Tunggal Ika sudah mengakar sejak Indonesia berdiri, tapi ada aspirasi yang harus dihormati yakni keadilan dan kemakmuran," ujarnya.SB/eko/tri/AR-2

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top