Permasalahan di LPEI karena Kurangnya Kehati-hatian
Pegawai bekerja di ruang Pusat Pelayanan Konsumen Keuangan Terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK menilai permasalahan yang terjadi di LPEI karena ekspansi pembiayaan yang tidak didukung dengan prinsip kehati- hatian.
Foto: ANTARA/FANNY OCTAVIANUSJAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai permasalahan yang terjadi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) karena ekspansi pembiayaan yang tidak didukung dengan prinsip kehati-hatian. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan non performing financing (NPF) dalam jangka panjang.
"Permasalahan yang terjadi di LPEI disebabkan, antara lain karena ekspansi pembiayaan yang tidak didukung dengan prinsip kehati-hatian," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), Agusman, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/7).
Sebagai informasi, LPEI tengah menjadi sorotan lantaran membukukan kredit macet (non performing loan) gross mencapai 43,5 persen atau mencapai 32,1 triliun rupiah dari pinjaman yang disalurkan 73,8 triliun rupiah, serta adanya dugaan fraud.
Seperti dikutip dari Antara, OJK dalam hal ini terus melakukan pengawasan (supervisory action) terhadap LPEI. Pengawasan dilakukan, antara lain dengan melakukan pengawasan secara onsite dan offsite serta mendalami dan menindaklanjuti dugaan fraud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum.
Ekonom senior Ryan Kiryanto mengatakan LPEI atau Indonesia Eximbank merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbeda dari perusahaan pelat merah lainnya.
Perusahaan Negara
Ia menyebutkan LPEI merupakan perusahaan negara yang berada di bawah kendali Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bukan Kementerian BUMN. "Jangan sampai mentang-mentang BUMN, masyarakat mengira LPEI ini di bawah Kementerian BUMN, padahal bukan," ujar Ryan.
Senada, terkait kasus kredit macet yang terjadi di LPEI, Ryan menilai hal tersebut lantaran tidak menjalankan prinsip goverment risk compliance (GRC) seperti good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, manajemen risiko dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ryan menegaskan penerapan prinsip GRC krusial bagi pengelolaan BUMN di bawah Kementerian BUMN maupun kementerian lain.
Adapun terkait kasus dugaan penyelewengan fasilitas kredit LPEI, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengatakan ada enam perusahaan yang terindikasi melakukan kecurangan (fraud) dalam rangkaian kasus itu. "Kemarin yang kami paparkan baru satu, tapi ada enam perusahaan itu curang dan kami tadi sudah investigasi dengan deputi investigasi," kata Alex, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Alex mengatakan KPK telah melakukan audit dan investigasi untuk mencari apakah ada korporasi lain yang diduga turut terlibat dalam perkara tersebut.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Eko S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Nelayan Diimbau Dinas Perikanan Batam untuk waspadai Buaya Lepas dari penangkaran
- Mencari Makan ke Desa di Temanggung, Puluhan Monyet Ekor Panjang Kejutkan Warga
- Seberangi Sungai untuk Sekolah, Pelajar di Jember Gunakan Rakit Bambu
- Secara Rutin Ini LIma Bagian Mobil yang Wajib Dirawat
- Gakoptindo Direkomendasikan Pasok Bahan Baku MBG