Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Diversifikasi Pajak | Reformasi Pajak Perlu Kedepankan Prinsip Keprihatian Ekonomi Publik

Perluasan PPN Hambat Sektor Riil

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta menunda rencana menarik pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan jasa pendidikan karena dikhawatirkan dapat memukul sektor riil. Padahal, sektor riil masih menjadi andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi selama pandemi Covid-19.

"Sektor riil diprediksi akan mendapatkan shock berupa tekanan kontraksi atau penurunan output," tegas Peneliti Ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus kepada Koran Jakarta, Kamis (17/6).

Dia menuturkan, masyarakat akan makin sulit untuk memperbaiki daya belinya sehingga penjualan menurun. "Utilitasasi industri berpotensi menurun, tenaga kerja sulit terserap,"papar Heri Firdaus.

Menurutnya, langkah itu kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah yang tengah mendorong sektor riil. Upaya mendorong sektor riil semestinya, lanjut dia, didukung, bukan justru dihantam dengan kebijakan perluasan objek PPN.

Direktur Eksekutif Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menyarankan pemerintah mengajukan reformasi perpajakan secara komprehensif guna membantu penerimaan negara saat pandemi. Menurutnya, revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) seharusnya memuat reformasi pajak yang komprehensif.

"Polemik membebankan Pajak sembako, kesehatan dan pendidikan termasuk, Memburu Orang Super Kaya dengan 35 persen Tarif OP seharusnya dibingkai dalam kerangka perpajakan yang lebih berkeadilan," ujar Achmad Nur yang juga ekonom itu.

Achmad Nur Hidayat menegaskan RUU KUP yang tidak didasarkan pada prinsip keadilan dan komunikasi publik secara masif, reformasi pajak 2021 ini akan ditolak masyarakat.

"Ibu Sri Mulyani harus terbiasa untuk mengkomunikasikan gagasan reformasi publiknya secara masif apalagi bila dokumen publiknya sudah jatuh ketangan DPR.Ibu Menteri jangan merasa kikuk di depan publik soalnya ini menyangkut hajat hidup orang banyak," ujar Achmad Nur

Menurutnya, narasi pengenaan PPN sembako sebesar satu persen pun akan dinilai tidak adil di saat masyarakat mengahadapi resesi ekonomi. Begitu juga perluasan penyidik pajak untuk menangkap tanpa melibatkan kepolisian dan kejaksaan akan mendapat penentangan keras dari publik.

Asas Keadilan

Achmad Nur menyarankan agar reformasi pajak 2021 dilakukan mengedepankan prinsip keprihatian ekonomi publik dan asas keadilan. "Salah satunya reformasi perpajakan komprehensif berkeadilan adalah melalui kenaikan PPh pribadi orang kaya 35 persen dibarengi dengan penurunan PPh Badan/ perusahaan dari 25 persen menjadi 10-15 persen," ujarnya.

Jika PPh Badan diturunkan, underground economy akan muncul karena tidak ada lagi insentif untuk berusaha sembunyi-sembunyi. Di waktu bersamaan orang super kaya tidak lagi menumpuk harta karena takut dipajaki tarif PPh Pribadi tinggi sehingga mereka lebih banyak berinvestasi, mendirikan perusahaan, merekrut tenaga kerja baru sehingga ekonomi tumbuh.

Dia memandang dengan penurunan PPh Badan yang signifikan akan menaikkan jumlah wajib pajak baru sehingga yang terjadi adalah ekstensifikasi pajak. "Selama ini reformasi pajak hanya bersifat intensifikasi terus menerus, memburu wajib pajak yang itu-itu lagi seperti berburu di kebun binatang," tambah

Achmad Nur. Achmad Nur mengakui dengan kebijakan penurunan PPh badan akan terjadi shortfall penerimaan dari pajak beberapa tahun. Namun, hal tersebut wajar karena negara sedang resesi akibat imbas pandemi. Begitu ekonomi pulih, akan diikuti dengan meningkatnya wajib pajak baru. Penurunan PPh Badan tepat diberlakukan disaat ekonomi masih negatif saat ini.

"Penurunan PPh Badan dalam simulasi akan menyebabkan shortfall sekitar 2-3 tahun terlebih dahulu setelah itu akan naik stabil seiring dengan wajib pajak badan yang bertambah," pungkas dia.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top