Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kemudahan Berusaha - Antisipasi Peralihan Negara Target Investasi Pemodal Global

Perlu Reformasi Aturan Penghambat Kemudahan Bisnis

Foto : koran jakarta /ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Butuh kebijakan lebih radikal, bukan sekadar otak-atik memangkas waktu perizinan.

>>Memasuki tahun politik, tantangan pemerintah membenahi peringkat jadi lebih berat.

JAKARTA - Sejumlah kalangan mengemukakan pemerintah mesti segera mereformasi berbagai aturan yang menghambat kecepatan berusaha, baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Hal ini perlu dilakukan guna memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EODB) Indonesia, sehingga mampu menembus level 40 seperti yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan laporan Doing Business 2019 yang dirilis Bank Dunia, secara umum skor kemudahan berusaha Indonesia meningkat. Ini menunjukkan sudah ada perbaikan iklim usaha.

Namun, peringkat kemudahan berusaha turun dari 72 menjadi 73 karena pertumbuhan perbaikan iklim usaha tertinggal oleh negara lain. Ekonom Universitas Atmajaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata, mengemukakan untuk memperbaiki peringkat, pemerintah perlu segera mengaji ulang strategi pembenahan berbagai faktor yang menyumbang penurunan peringkat itu.

Sebab, negara lain juga berpacu mendongkrak peringkat mereka, di tengah-tengah tren modal dunia yang pulang kandang.

"Sekali lagi eksekusi kebijakan di pusat maupun daerah ini sepertinya yang kurang cepat. Kultur birokrat kita juga belum sukses direvolusi mental," kata Gunadi, ketika dihubungi, Jumat (2/11).

Bank Dunia melakukan penilaian EODB pada dua kota di Indonesia, yaitu Jakarta dan Surabaya, dengan bobot masing- masing 78 persen dan 22 persen. Dari 10 indikator EODB yang dinilai, peringkat Indonesia turun di empat bidang dan naik di enam lainnya.

Indikator yang turun peringkat adalah pengurusan izin konstruksi, perlindungan investor minoritas, perdagangan lintas negara, dan penguatan kontrak.

Sementara itu, tiga indikator yang mencatatkan kenaikan peringkat tertinggi adalah memulai bisnis, pendaftaran properti, dan mendapatkan kredit.

Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui kebijakan saat ini belum maksimal mendorong kemudahan berinvestasi di dalam negeri. Misalnya, sistem perizinan investasi terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS).

Menurut dia, pemerintah tidak bisa hanya mengutak-atik prosedur perizinan investasi saja, tapi juga perlu menyusun aturannya kembali. Setelah itu, perombakan kebijakan tersebut perlu dituangkan kembali dalam peraturan.

"Perlu lebih radikal, sehingga bukan cuma utak-atik perizinan turun dari dua minggu menjadi seminggu," jelas Darmin. Gunadi mengingatkan, tahun depan adalah tantangan berat bagi pemerintah untuk memperbaiki peringkat empat bidang yang menjadi kelemahan Indonesia itu karena sudah memasuki puncak kontestasi politik.

Misalnya, lanjut dia, pengurusan izin konstruksi dan perdagangan lintas wilayah adalah zona yang berhimpitan dengan politik dalam dan luar negeri. "Konstruksi ini kaitannya dengan konten impor saat dollar menguat, izin masalah tanah, dan potensi protes warga.

Dalam perdagangan lintas wilayah ada isu kekalahan produk kita. Jadi ini memang kompleks dan butuh visi kuat yang ditopang program berkesinambungan," tukas Gunadi.

Pertimbangan Investor

Ekonom Indef, Achmad Heri Firdaus, menilai peringkat EODB akan menjadi pertimbangan investor global. Mereka akan melihat peringkat yang paling bagus di antara negara satu kawasan.

Padahal, Singapura, Malaysia, dan Vietnam sudah lebih bagus dibandingkan Indonesia. "Kita masih di 73, Malaysia 15, dan Singapura di posisi dua. Yang dikhawatirkan, investor beralih ke negara yang Doing Businessnya lebih bagus," kata dia.

Menurut Heri, kepindahan investor bakal mengganjal target investasi tahun depan. Bahkan, di tahun ini saja realisasi investasi tumbuh melambat dan kurang menggembirakan. (Lihat infografis) "Jadi strateginya kita harus bisa menyamai, bahkan melebihi standar di negara pesaing.

Misalnya, di Vietnam banyak investor yang masuk, itu salah satunya karena kemudahan mendapatkan lahan. Investor dipinjami, mau berapa tahun nggak perlu macam-macam. Nah, kita begitu nggak? " tukas dia. YK/ahm/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top