Perlu Kolaborasi Massal antara Pendidikan Vokasi dengan DUDI
Foto: Foto: IstimewaMeski kolaborasi terjadi, tapi banyak yang hanya sebatas penandatanganan nota kesepahaman atau MoU saja. Di sisi lain, kebutuhan dunia kerja terus berdinamika. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, banyak dunia usaha yang terpukul dan terhambat operasionalnya.
Hal ini juga harus dijawab penyelenggara pendidikan vokasi agar lulusannya dapat langsung diserap dunia kerja.
Untuk mengupas hal tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana strategi penguatan pendidikan vokasi?
Kami sedang mendorong gerakan kolaborasi massal atau "pernikahan massal" antara pendidikan vokasi dengan DUDI. Gerakan tersebut merupakan program penguatan pendidikan vokasi agar menghasilkan lulusan dengan kualitas dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan dunia kerja.
Di dalamnya, kita sediakan paket yaitu penyusunan kurikulum, penyediaan pengajar atau pelatih secara rutin, program magang, penyerapan lulusan, program beasiswa, bridging program, sertifikasi, dan joint research. Paket "pernikahan" nomor 1 sampai dengan nomor 6 adalah paket pernikahan minimum. Paket nomor 7 sangat diharapkan terwujud, serta nomor 8 dan seterusnya, sangat baik bila terwujud.
Apakah sudah ada lembaga vokasi yang telah menjalankan proses kolaborasi ini?
Saat ini sudah terjadi beberapa "pernikahan" antara kampus dengan industri pengguna lulusannya bahkan ada yang sudah mencapai "paket pernikahan" yang lengkap. Salah satu contoh yang sudah melaksanakan skema lengkap di atas adalah PT PLN Persero bersama Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS), Sekolah Vokasi UGM, dan Sekolah Vokasi UNDIP.
Berapa target lembaga vokasi yang diharapkan menjalankan gerakan ini?
Target program ini adalah 100 prodi vokasi di perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Program ini akan diteruskan dan dikembangkan di tahun-tahun berikutnya dengan melibatkan lebih banyak prodi vokasi.
Upaya apa yang dilakukan Kemendikbud agar program ini bisa berjalan?
Kalau ada pihak yang enggan berkolaborasi, akan kita edukasi mengenai keuntungan-keuntungan yang akan didapat. Program "pernikahan massal" ini akan menguntungkan banyak pihak. Pihak industri dan dunia kerja, jelas akan diuntungkan dengan skema pernikahan ini.
Selain itu, dengan adanya link and match ini, lulusan pendidikan vokasi juga akan semakin dihargai oleh industri dan dunia kerja bukan semata-mata karena ijazahnya, melainkan karena kompetensi dan skills-nya yang semakin sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, ada beberapa industri yang terpukul. Bagaimana pendidikan vokasi merespons dinamika ini?
Pendidikan vokasi di Indonesia harus menyesuaikan pembelajarannya. Karena kondisi ini, dampaknya pada penurunan beberapa sektor seperti pariwisata dan manufacturing, tapi sektor lain seperti kesehatan mengalami peningkatan.
Tantangan yang dihadapi adalah kolaborasi antara pendidikan vokasi dengan industri yang terdampak. Industri-industri yang terpukul dengan adanya pandemi tidak menyerah. Malah, industri-industri tersebut tengah mempersiapkan sistem baru untuk bertransformasi saat kehidupan new normal atau normal baru sudah mulai berjalan.
Oleh karena itu, penyelenggara pendidikan vokasi harus menyesuaikan dengan transformasi DUDI. n M Aden Ma'ruf/P-4
Redaktur: Khairil Huda
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29