Perlu Ada Pusat Pendidikan Vokasi
Direktur Politeknik Negeri Semarang (Polines) Prof. Dr. Totok Prasetyo, B.Eng., M.T.
Foto: ISTIMEWAPoliteknik sebagai pendidikan tinggi vokasi merupakan bagian dalam mewujudkan visi pemerintah membangun sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkarakter. Politeknik diharapkan mampu melahirkan lulusan yang cepat terserap dunia kerja.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memiliki program Kampus Merdeka Vokasi. Diharapkan program ini makin memperkuat kolaborasi antara pendidikan tinggi vokasi dan dunia usaha dunia kerja (DUDI).
Di sisi lain, politeknik dihadapkan dengan berbagai tantangan salah satunya terkait kualitas yang belum merata. Hal ini bisa semakin parah dengan adanya pandemi Covid-19. Kehilangan kompotensi atau competences loss jadi ancaman para mahasiswa politeknik mengingat terhambatnya kegiatan praktik dan magang sebagai ciri khas pembelajaran.
- Baca Juga: TPS Liar Menjamur di Bekasi
Untuk mengetahui terkait kondisi pendidikan vokasi khususnya politeknik di Indonesia, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Direktur Politeknik Negeri Semarang (Polines), Prof. Dr. Totok Prasetyo, B.Eng., M.T. dalam berbagai kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.
Menurut Bapak, bagaimana peran pendidikan vokasi dalam mendukung visi pemerintah dalam membangun SDM unggul dan berkarakter?
Pendidikan vokasi termasuk akan unggul kalau balik lagi kayak dulu. Waktu itu politeknik benar-benar menciptakan lulusan yang berkarakter dan unggul. Lulusannya sudah luar biasa. Industri tidak pakai lama jadi begitu mahasiswa lulus langsung direkrut. Bahkan, ada lulusan angkatan pertama anak buahnya insinyur-insinyur.
Jadi, semua pihak mesti memahami betul porsi setiap perguruan tinggi. Untuk pendidikan vokasi dan politeknik itu didesain untuk menjembatani profesi engineer dan worker. Industri banyak butuh tenaga seperti itu. Jadi lulusan pendidikan vokasi diharapkan bisa berpikir seperti insinyur dan bekerja seperti lulusan SMK. Waktu itu begitu dan hasilnya luar biasa.
Apa yang perlu ditingkatkan politeknik agar bisa melahirkan lulusan yang berkualitas?
Dulu, pendidikan vokasi terutama politeknik kita karakternya sudah dibangun agar para mahasiswa disiplin, jujur, inovatif, teknu, dan ulet. Ini karakter luar biasa. Dengan ini sekolah vokasi itu akan menjadi manusia yang tangguh dan unggul.
Di sisi lain, pendidikan vokasi, khususnya politeknik, pertama harus memenuhi kebutuhan tidak hanya industri, tapi pemerintah. Untuk kebutuhan pemerintah, misal bisa saja membuka diploma 4 atau sarjana terapan untuk guru produktif SMK. Guru produktif SMK itu mestinya dari politeknik yang nantinya dibekali metodologi belajar.
Kedua, pendidikan vokasi itu harus berkarakter makanya harus ada karakter yang dibangun. Misal, ada 4 SKS kepoliteknikan. Jadi orang politeknik harus paham dulu politeknik makanan apa, harus kayak apa, ke depan mau ngapain itu harus paham dulu.
Ketiga, pendidikan vokasi itu harus spesifik. Jadi kalau mau membangun pendidikan vokasi cek ketiga sisi itu dulu.
Tiap politeknik memiliki karakteristik atau keunikan sendiri, tapi juga secara kualitas masih ada kesenjangan. Upaya apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut?
Mendirikan lagi dan membangun Polytechnic Education Development Center (PEDC). Dengan itu membuat politeknik terstandarisasi. Hari ini misal kalau mau bikin bisa semcam pusat pendidikan vokasi kalau tidak ingin hanya politeknik.
PEDC itu dulu mencetak lulusan-lulusan yang menjadi dosen di politeknik. Karena dilatih di tempat yang sama, maka kualitasnya juga hampir sama.
Kalau untuk dosen ini, sekarang bisa bikin dari polteknik-politeknik besar yang sudah mumpuni. Jadi dibuat S2 untuk menyiapkan dosen politeknik di mana pun. Jadi Pendidikan vokasi jugan menyiapkan dosen-dosennya yang dari vokasi. Jangan dari perguruan tinggi akademik, karena nanti akan bias.
PEDC atau pusat pendidikan vokasi ini jika ada nantinya mengurusi apa saja?
Salah satunya bisa jadi think tank kebijakan terkait vokasi. Misalkan, bisa membahas masukan-masukan dari industri untuk memenuhi kebutuhan pasar. Di sisi lain bisa juga mengkaji kebijakan agar lebih mudah dan tepat sasaran. Nah, pusat ini nanti melahirkan standar minimal untuk mengatasi kesenjangan politeknik satu dengan politeknik yang lain.
Pemerintah sering meminta kurikulum disesuaikan dengan industri. Apakah itu juga bisa menjadi bagian dalam tugas pusat pendidikan vokasi?
Di politeknik hampir semua kurikulum melibatkan industri. Jadi pertanyaan sebab ada kuantitas ada kualitas. Di sisin lain, politeknik bahkan prodi ada kekhasan sendiri-sendiri dan capaian-capaian sendiri.
Kalau ada pusat pengembangan pendidkan vokasi atau politeknik tadi nanti digodok di sana dengan industri lebih besar yang sudah komprehensif. Jadi efisien dan tidak sendiri-sendiri.
Nantinya, ada standar minimal. Masing-masing politeknik mengembangkan lagi sesua kekhasannya. Itu tergantung. Tapi, setiap prodi ada kurikulum yang relatif sama.
Sebagai contoh, kurikulum dulu pemerintah menetapkan yang wajib ada mata kuliah bahasa indonesia, pancasila, dan agama. Sekarang untuk politeknik untuk prodi ada kemampuan minimal yang harus dicapai.
Hal ini penting karena lulusan politeknik tidak hanya bekerja di regional saja, tapi keluar sehingga butuh standarisasinya. Adanya standar minimal juga agar gap tidak jomplang. Politeknik juga punya keunikan yang menjadi ciri khas masing-masing.
Ada anggapan kalau lulusan pendidikan vokasi justru masih sulit terserap lapangan kerja. Bagaimana tanggapan Bapak terkait hal tersebut?
Itu harus dilihat pendidikan vokasi yang mana. Harus kita lihat juga datanya. Kalau lulusan politeknik, most of us dari 44 politeknik negeri itu terserap industri dan mereka bisa menciptakan kerja sendiri juga.
Pemerintah giat mendorong para mahasiswa belajar di luar kampus, salah satunya magang. Apakah itu sudah tepat?
Memang, semua perguruan tinggi pun diminta ada pemagangan, kami di Polines inginnya misal jumlah magangnya 100 persen pun tidak masalah itu kuantitatif. Tapi, kualitasnya bagaimana? Berarti kualitas magang yang harus ada penyesuaian.
Jangan sampai nanti mahasiswa kita kalau magang itu bikin repot teman-teman industri karena banyak tanya. Lama-lama magangnya jadi tidak efektif karena tidak sesuai. Jadi ini perlu ditingkatkan. Tidak hanya magang, tapi kualitasnya.
Bagaimana upaya Polines dalam bekerja sama dengan industri?
Untuk kerja sama dengan industri, kami menjajaki adanya kelas-kelas khusus. Kita mendapatkan kerja sama dengan industri. Mereka minta misal ada kelas khusus untuk PLN, alat berat, dan lain sebagainya.
Saat ini saya sedang mencoba terobosan. Jadi saya balik. Kelas saya yang ada di industri, jadi ada industri yang nanti punya engineering center-nya. Itu kelas-kelas saya taruh di sana.
Jadi tidak buang-buang waktu dosen di industri harus ke kampus. Jadi mengajar bisa langsung di sana. Ini kita sedang jajaki dengan salah satu industri di Bekasi. Kita nego untuk mengembangkan pabrik di Semarang dan nanti ada kampus saya di sana. Benefit untuk industri nanti juga punya jaringan.
Terkait perkuliahan selama pandemi, bagaiama Polines mengatasi adanya ancaman learning loss?
Covid-19 ini tidak hanya learning loss. Tantangannya justru competences loss. Kami mencoba program lagi kurikulum kami gampangnya kalau praktik semester 1-3 boleh penguatan skill untuk coba macam-macam. Tapi 4-6 kita kerja sama dengan industri untuk jadi think tank mereka.
Ini penting agar praktik itu menghasilkan sesuatu yang ada added value-nya atau nilai tambah. Untuk perkuliahan praktik ini sudah masuk walau masih bertahap. Ini penting daripada tidak sama sekali. Meski setengah kapasitas ruangan, porsi praktiknya kita tambah.
Presiden Joko Widodo kerap menyinggung mahasiswa harus siap dengan perubahan di masa mendatang. Bagaimana politeknik atau Polines sendiri merespons hal tersebut terkait adanya dinamika jenis pekerjaan?
Kita siapkan mental dengan karakter. Kalau terjadi inovasi dan ada pekerjaan baru, anak-anak sudah siap untuk itu. Ini satu hal cukup penting. Kami mendidik mereka agar siap dengan kondisi uncertainty ini. Kita siapkan mereka menghadapi masa depan dengan empat kemampuan.
Kemampuan pertama, berpikir kritis. Ini akan menghasilkan kemampuan lain yaitu berpikir kreatif. Dari dua ini masih ada kebutuhan lain untuk menghadapi masa depan yaitu kemampuan kolaborasi. Ini tidak mudah dan harus diberikan kepada mahasiswa. Terakhir adalah kemampuan komunikasi. Sehingga dia bisa megkomunikasikan pemikiran dan ide-idenya. Dengan keempat soft skill itu perubahan-perubahan ke depan bisa dihadapi dengan tenang, dengan kesiapan yang penuh.
Ada lagi yang ingin disampaikan, Pak?
Seperti ditekankan tadi, hal-hal terkait politeknik di masa lalu masih ada yang relevan sampai hari ini. Terumasuk juga untuk soft skill dan hard skill. Terkait karakter-karakter tadi tidak ada syarat untuk menjadi cerdas. Sebab yang ditekankan adalah disiplin. Orang secerdas apapun kalau tidak disiplin sulit. Apalagi kalau tidak jujur. Ini berat.
Ada soft skill yang secara filosofis untuk menyiapkan mereka menghadapi kehidupan mendatang. Termasuk dalam hard skill misalkan mengikir itu ada filosofinya. Itu penting juga.
Untuk mendidik itu tidak gampang sebab ada proses. Ada kebiasaan baik yang harus dibiasakan untuk menghasilkan karakter baik. Dulu, politeknik itu masuk jam 7 pulang jam 2 senin sampai sabtu. Jumat saja jumat jam 11 sudah pulang.
Itu filosofinya, dulu kuliah di politeknik 38 jam. Sebab di industri kerja 40 jam. Kalau terlambat ada kompensasinya. Itu filosofinya agar mereka bisa beradaptasi dengan budaya kerja di industri agar dia siap.
Ini termasuk salah satu hal paling mudah dalam teaching factory yaitu membawa budaya industri ke dalam kampus. Maka, politeknik itu dulu slogannya tepat waktu, tepat aturan, tepat ukuran. Muaranya menyiapkan lulusan siap ke industri.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29