Perkuat Stabilitas Kawasan, Kemlu Sebut Isu AUKUS Tak Dibahas Oleh Asean
Direktur Jenderal Kerja Sama Asean Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro dalam konferensi pers penyelenggaraan Pertemuan ke-56 Menteri Luar Negeri Asean di Jakarta, Senin malam (10/7/2023).
Jakarta - Perkuat stabilitas kawasan. Isu pengembangan kapal selam bertenaga nuklir oleh aliansi AUKUS yang terdiri dari Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat (AS), tidak dibahas dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (AMM).
Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Asean Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro, ketika ditanya mengenai rencana Pertemuan Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) yang akan berlangsung pada Selasa (11/7).
"Pertemuan SEANWFZ tidak ada agenda soal kapal selam, dan dalam konteks perkembangan terkini di kawasan, kapal selam bertenaga nuklir itu bukan senjata nuklir," kata dia dalam konferensi pers menjelang AMM di Jakarta, Senin malam.
Arto, sapaan karib Sidharto, menjelaskan bahwa Komisi SEANWFZ akan tetap berfokus pada upaya Asean mengajak lima pemilik senjata nuklir yaitu China, Rusia, Prancis, Inggris, dan AS untuk menandatangani protokol perjanjian kawasan bebas nuklir.
Keputusan Asean untuk kembali memulai proses perundingan penandatanganan protokol tersebut, kata Arto, telah disampaikan kepada kelima negara itu melalui misi diplomatiknya di Jakarta.
"Sesuai keputusan Komisi SEANWFZ tahun lalu, Asean sudah memutuskan untuk menindaklanjuti termasuk dengan melakukan konsultasi dengan misi diplomatik kelima negara pemilik senjata nuklir," tutur dia.
Namun, hingga saat ini belum ada satu pun negara pemilik senjata nuklir yang secara resmi menyampaikan kesiapannya untuk menandatangani protokol Traktat SEANWFZ.
Menurut Arto, hal itu disebabkan proses yang masih berlangsung di Asean terutama untuk mengkaji kembali perundingan dengan para pemilik senjata nuklir yang terhenti pada 2012.
"Jadi Asean harus melihat kembali dokumen-dokumen dari tahun 2012… apakah harus dikaji kembali atau ada perubahan," ujar dia.
Perjanjian Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Nuklir atau dikenal sebagai Perjanjian Bangkok ditandatangani pada 1995 oleh seluruh negara anggota Asean.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang menandatangani traktat tersebut tidak dapat "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir."
Sejumlah negara pemilik senjata nuklir menyatakan keberatan terhadap beberapa bagian protokol Traktat SEANWFZ, berbeda dengan China yang menyatakan siap menandatangani perjanjian itu meskipun belum ada tindak lanjut.
Dalam KTT Asean 2022 disepakati bahwa pemilik senjata nuklir bisa menandatangani traktat itu secara terpisah. Kesepakatan itu menjadi salah satu modal penting untuk melanjutkan kembali perundingan yang terhenti lebih dari satu dekade lalu.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya