Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mitigasi Bencana - Masyarakat Harus Sadar Bencana dan Lingkungan

Perempuan Efektif Didik Kesiapsiagaan Bencana

Foto : koran jakarta/yolanda permata

diklat penangg ulangan bencana - Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo (kiri) dan Deputi - bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Bernadus Wisnu Widjaya (kanan)bersama perwakilan wartawan saat kegiatan dan pelatihan (diklat) teknis penanggulangan bencana di Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/4).

A   A   A   Pengaturan Font

Jika perempuan memiliki pengetahuan yang baik dalam bidang bencana maka literasi kebencanaan semakin baik dan bisa menekan jumlah korban.

BANDUNG - Kalangan perempuan dinilai sangat efektif mendidik kesiapsiagaan terhadap bencana karena posisi mereka sangat strategis. Sebab, perempuan merupakan pembelajar dan pendidik kesiapsiagaan pada diri, keluarga, dan lingkungan.

"Perempuan di lingkungan keluarga adalah ratu rumah tangga, yaitu penguasa rumah secara de facto atau nyata," kata Deputi 1 bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bernardus Wisnu Widjaja, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/4).

Dengan demikian, lanjut dia, apabila perempuan memiliki pengetahuan yang baik dalam bidang bencana maka literasi kebencanaan semakin baik dan bisa menekan jumlah korban jika terjadi fenomena alam.

Menurut Wisnu, saat ini perempuan pada umumnya kurang melek informasi mengenai kebencanaan. Padahal, kata Wisnu, perempuan dan anak-anak adalah golongan yang berisiko meninggal 14 kali lebih besar ketimbang pria dewasa.

Ia mencontohkan korban badai siklon di Bangladesh pada 1991, 90 persen dari 14 ribu korban adalah perempuan. Contoh lain, Badai Katrina di Amerika Serikat sebagian besar korban adalah ibu-ibu beserta anak-anaknya.

Sementara di Aceh, kata dia, 60-70 persen korban tsunami adalah perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia.

Karena itu, kita libatkan perempuan dalam mitigasi bencana seperti dengan penguatan kapasitas mereka. "Jangan sampai mereka menjadi kalangan rentan karena konstruksi sosial. Mereka harus aktif juga dalam kelompok atau komunitas sosial," ungkap Wisnu.

Dalam kesempatan itu, Wisnu juga mengungkapkan bahwa BNPB menggandeng lintas sektor menyederhanakan informasi bencana sehingga mudah dipahami masyarakat umum. Sebab, dalam beberapa hal informasi bencana tergolong rumit sehingga perlu disederhanakan.

"Info harus mudah dipahami, harus sampai sehingga masyarakat tidak panik saat bencana terjadi. Penting juga bahwa penanganan bencana itu pentahelix atau tidak bisa ditangani sendirian, tapi harus dengan kerja sama lintas sektor," kata dia.

Dalam proses penyederhanaan itu, kata dia, perlu menggandeng wartawan, akademisi dan pihak-pihak terkait lainnya. "Misalnya gempa terkadang menjadi masalah sosial, di sinilah perlunya mengomunikasikan risiko," kata dia.

Wisnu mengatakan gempa bumi harus dipahami secara baik sehingga masyarakat seharusnya tidak panik. Mereka tahu antisipasi dan mitigasi jika pergerakan tanah terjadi.

Bencana Geologi

Sementara itu, Kepala Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendra Gunawan, mengatakan penyuluhan, sosialisasi, pelatihan, gladi bencana dan rencana kontingensi merupakan kegiatan yang harus terus dilakukan untuk membuat masyarakat tangguh terhadap bencana geologi. Hal ini melihat ancaman bencana di Indonesia yang harus diterima sebagai konsekuensi kondisi geologi dan letak Indonesia.

"Menyadarkan publik dan pendidikan (public awareness and education), penumbuhan pola pikir sadar bencana dan sadar lingkungan terhadap masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan mitigasi bencana di masa datang," jelasnya.

Berdasarkan data yang dimiliki PVMBG, terdapat berbagai bencana geologi yang terjadi di Indonesia. Sebanyak 127 gunung api aktif 69 di antaranya dipantau secara menerus oleh PVMBG karena dikategorikan ke dalam gunung api yang sangat aktif dan berisiko tinggi.

Bencana gempa bumi, 12 sampai 15 persen terjadi di dunia terjadi di Indonesia. Selanjutnya, bencana tsunami terjadi 18 kali dalam periode 29 tahun dari tahun 1990 hingga 2018. Terakhir gerakan tanah dalam satu tahun 2018 lebih dari 800 kejadian gerakan tanah.

"Bencana gerakan tanah sebagian besar terjadi pada musim hujan. Januari sampai April tahun 2019 ini sudah ada 400 geralan tanah," jelas Hendra.

ola/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung

Komentar

Komentar
()

Top