Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kehidupan Beragama -- Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Antikekerasan, dan Tradisi

Perempuan Berperan Lawan Ekstremisme

Foto : KAICIID

Direktur Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perempuan berperan penting untuk melawan ekstremisme. Pernyataan ini disampaikan Direktur Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, dalam Dialog Kebangsaan "Perempuan dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan," Senin (23/8).

"Perempuan berperan dalam memperkuat wawasan keagamaan yang moderat. Sebab ekstremisme di Indonesia lebih banyak atas nama agama," kata Alissa Wahid.

Alissa menekankan, berbicara mengenai ekstremisme dan intoleransi atas nama agama tidak hanya melibatkan satu agama. Terdapat berbagai jenis intoleransi di wilayah Indonesia dan melibatkan agama yang beragam.

Menurutnya, yang memunculkan intoleransi bukan ajaran agama tertentu, melainkan karena perasaan berkuasa akibat menjadi bagian dari mayoritas. Ternyata faktor utamanya adalah perasaan karena 'saya adalah mayoritas, maka minoritas harus nurut saya.'

Maka, perempuan sebagai aktor bangsa, khususnya sebagai seorang ibu, memiliki peran penting dalam menjaga anggota keluarga agar tidak terlibat ekstremisme. Caranya, menguatkan akar keindonesiaan melalui keluarga dan memperkuat wawasan keagamaan yang moderat.

Indikator

Dalam presentasinya, Alissa memaparkan bahwa keberhasilan moderasi beragama pada masyarakat Indonesia dapat dilihat dari tingginya implementasi empat indikator utama dalam kehidupan sehari-hari. Keempatnya adalah komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.

Pada indikator komitmen kebangsaan, dapat dilihat apakah masyarakat telah menerima dan menjalankan prinsip-prinsip berbangsa, sesuai dengan yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 dan regulasi di bawahnya.

Selanjutnya, pada indikator toleransi, dapat dilihat apakah masyarakat telah menghormati perbedaan dan memberi ruang kepada orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat serta menghargai kesetaraan dan bersedia bekerja sama.

Terkait indikator antikeke-rasan, menurutnya, dapat dilihat melalui penolakan seseorang terhadap tindakan kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan baik fisik maupun verbal dalam mengusung perubahan yang diinginkan.

Indikator keempat adalah penerimaan terhadap tradisi. Ini dapat dilihat dari kemampuan masyarakat dalam membuka diri untuk menerima tradisi dan budaya lain. "Yang penting atau sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama," katanya.

"Sayang, banyak perempuan yang sekarang malah menjadi aktor ekstremisme," ujar Alissa.
Pada tahun 2015, Kelompok ISIS membuat pernyataan bahwa perempuan boleh terlibat di garis depan. Hal ini merupakan ancaman paling ekstrem bagi perempuan dalam konteks persatuan bangsa.

Sebagai respons atas kondisi tersebut, Alissa Wahid mengajak para perempuan untuk berperan aktif memperkuat kesadaran hidup bersama dengan warga lainnya berlandaskan semangat Bhinneka Tunggal Ika. "Bersama-sama memperkuat kesadaran hidup bahwa kita ini hidup sebagai warga negara dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika," tandasnya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top