Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perubahan Iklim

Perekonomian Dunia Sedang Terpuruk akibat Pemanasan Global

Foto : ISTIMEWA

Suhu yang mencapai rekor tertinggi, kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan tahun ini telah menyebabkan kerusakan senilai miliaran dollar AS.

A   A   A   Pengaturan Font

LONDON - Menjelang perundingan iklim internasional di Dubai pada November, para ekonom memperbarui perkiraan dampak pemanasan global terhadap perekonomian dunia, dihitung hingga desimal dampak terhadap produksi dalam beberapa dekade mendatang.

Dikutip dari The Straits Times, namun para pengkritik mengatakan angka-angka tersebut merupakan hasil model ekonomi yang tidak mampu menggambarkan keseluruhan kerusakan iklim. Dengan demikian, mereka dapat memberikan alibi atas kelambanan mengambil kebijakan.

Suhu yang mencapai rekor tertinggi, kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan pada tahun 2023 telah menyebabkan kerusakan senilai miliaran dollar AS, bahkan sebelum emisi menyebabkan pemanasan melampaui batasan Perjanjian Paris tahun 2015 yaitu sebesar 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Namun, beberapa model ekonom menyimpulkan, yang menurut para pengkritik tidak masuk akal, bahwa pada pergantian abad ini, dampak pemanasan global terhadap perekonomian dunia akan lebih sedikit dibandingkan dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19, atau dampak buruk terhadap perekonomian global akan lebih kecil dibandingkan krisis keuangan pada tahun 2007-2009.

Ekonom Amerika pemenang Nobel, William Nordhaus, memicu kontroversi pada tahun 2018 dengan model yang menemukan kebijakan iklim yang paling menyeimbangkan biaya dan manfaat dari sudut pandang ekonomi akan menghasilkan pemanasan lebih dari 3 derajat Celsius pada tahun 2100.

Setahun sebelumnya, pemerintahan Trump mengutip model serupa untuk membenarkan penggantian Rencana Pembangkit Listrik Bersih era Obama dengan rencana yang memungkinkan emisi lebih tinggi dari pembangkit listrik tenaga batu bara.

Banyak pembuat kebijakan mengakui keterbatasan pemodelan ini. Anggota dewan eksekutif Bank Sentral Eropa, Isabel Schnabel, mengatakan pada bulan September bahwa hal ini mungkin meremehkan dampaknya. Ada pula yang melangkah lebih jauh dengan mengatakan keseluruhan pendekatan ini mempunyai kelemahan.

Penilaian Terpadu

Yang menjadi permasalahan adalah model penilaian terpadu atau integrated assessment models (IAM) yang digunakan para ekonom untuk menarik kesimpulan mengenai segala hal mulai dari kerugian output hingga risiko finansial atau penetapan harga pasar karbon.

Mereka mengandalkan teori tentang bagaimana permintaan, penawaran, dan harga berinteraksi di seluruh perekonomian untuk menemukan keseimbangan baru setelah terjadi guncangan dari luar, yang disebut model "keseimbangan umum" yang dikembangkan oleh ekonom Prancis abad ke-19, Leon Walras.

"Tetapi, perubahan iklim pada dasarnya berbeda dengan guncangan-guncangan lain karena begitu terjadi, dampaknya tidak akan hilang," kata Thierry Philipponnat, penulis laporan Finance Watch, sebuah LSM kepentingan publik mengenai masalah keuangan yang berbasis di Brussels.

"Dan jika asumsi fundamentalnya salah, maka asumsi lainnya menjadi tidak masuk akal, kalaupun ada," katanya.

Masalah lainnya adalah IAM selama bertahun-tahun telah menggunakan "fungsi kuadrat" untuk menghitung kerugian PDB yang melibatkan pengkuadratan perubahan suhu, dan mengabaikan metode lain seperti fungsi eksponensial yang lebih cocok untuk perubahan cepat.

Para pengkritik mengatakan pilihan ini akan meremehkan dampak yang mungkin terjadi, terutama jika planet ini mencapai titik kritis lingkungan di mana kerusakan tidak hanya tidak dapat diperbaiki, tetapi juga terjadi dengan kecepatan yang semakin cepat.

Yang menambah kebingungan adalah IAM memberikan hasil yang sangat berbeda sesuai dengan desain spesifiknya dan variabel yang dipilih untuk disertakan, sehingga membuat interpretasi menjadi sulit.

Pembaruan model Nordhaus pada tahun 2023, yang dijelaskan di situs web-nya sebagai "IAM perubahan iklim yang paling banyak digunakan", memperkirakan kerusakan sebesar 3,1 persen PDB global ketika pemanasan 3 derajat Celsius tercapai.

Sebaliknya, model terbaru yang digunakan oleh Network for Greening the Financial System (NGFS), sebuah kelompok bank sentral, menghitung jalur menuju pemanasan 2,9 derajat Celsius dalam skenario "kebijakan saat ini" akan menyebabkan 8 persen dari output yang hilang akibat bencana, seperti kekeringan, gelombang panas, banjir, dan angin topan.

Finance Watch juga merujuk pada studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Dewan Stabilitas Keuangan atau Financial Stability Board (FSB) yang didukung G20 yang mengutip perkiraan ekonom bahwa pemanasan 4 derajat Celsius dapat mengurangi sedikitnya 2,9 persen nilai rata-rata aset keuangan global pada tahun 2105.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top