Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Keuangan - Pertumbuhan Kredit Kian Ekspansif pada 2018

Perbankan Kuat Hadapi Risiko Global

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan perbankan Indonesia pada saat ini sudah lebih kuat dalam menghadapi tekanan global dibandingkan dengan kondisi pada 1998. Executive Director CIPS Rainer Heufers, Kamis (3/1), menyatakan saat ini memang ada kekhawatiran muncul karena adanya ketakutan berulangnya krisis ekonomi 1998.

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS semakin memperkuat kekhawatiran tersebut. Padahal, lanjutnya, kondisi krisis ekonomi 1998 sangat berbeda dengan yang telah terjadi pada 2018, serta tingkat depresiasi mata uang rupiah jauh lebih rendah daripada yang terjadi pada 1998. "Bank-bank Indonesia sudah lebih kuat dan sektor keuangan Indonesia jauh lebih kuat dalam menghadapi tekanan global," ucapnya.

Selain itu, ujar dia, cadangan devisa negara jauh melebihi yang dimiliki pada 1998 dan rasio utang terhadap PDB kurang dari setengah dari 74 persen yang dialami Indonesia pada 1998. Dia juga mengemukakan defisit anggaran dan tingkat utang secara umum tetap terkendali dan berada dalam batas aman yang diatur UU.

Hal ini bahkan tetap terjadi setelah Bank Indonesia (BI) mengikuti kebijakan normalisasi The Fed dengan menaikkan suku bunga tujuh kali dengan total 1,75 persen pada 2018. Sebelumnya, BI optimistis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan terus bergerak stabil dan menguat pada 2019.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat ditemui media usai salat Jumat pekan lalu, di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat (28/12), mengatakan suku bunga acuan bank sentral AS The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) yang tahun ini naik empat kali, pada 2019 hanya akan naik dua kali. Selain itu, ketegangan terkait perdagangan global dinilainya sudah mengarah ke arah yang lebih positif.

Sementara itu, dari sisi dalam negeri, fundamental ekonomi Indonesia dipastikan akan lebih baik di mana pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yaitu di kisaran 5-5,4 persen. Inflasi juga diperkirakan akan tetap rendah dan terkendali di 3,5 persen dan defisit neraca transaksi berjalan akan turun menjadi 2,5 persen dibandingkan tahun lalu yang diprediksi mencapai 3 persen.

Kian Agresif

Seperti diketahui, pertumbuhan kredit perbankan semakin agresif dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, penyaluran kredit perbankan tumbuh lebih cepat dibandingkan periode sebelumnya meskipun di tengah pengetatan moneter oleh Bank Indonesia (BI). Agresivitas penyaluran pembiayaan tersebut juga disertai dengan pebaikan risiko kredit macet.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2018 mencapai 12,45 persen dibandingkan periode sebelumnya (yoy), sedikit di atas ekspektasi sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) sebesar 12,2 persen. Tak hanya itu, capaian tersebut di atas catatan pada dua tahun sebelumnya, yakni 8,1 persen pada 2017 dan 7,8 persen pada 2016.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Jakarta, Rabu (2/1), menjelaskan pertumbuhan tersebut berkat sinergi dengan BI dan pemerintah di tengah tingginya gejolak perekonomian global. "Pertumbuhan kredit kita lumayan pada akhir tahun lalu, sudah dua digit, yaitu 12,4 persen," kata Wimboh.

Dari sisi kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) secara gross pada 2018 sebesar 2,2 persen, sementara NPL bersih (nett) sebesar 1,1 persen. Angka tersebut membaik dibandingkan catatan pada 2017 dengan NPL sebesar 2,59 persen (gross).

Baca Juga :
Dukung UMKM

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top