Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Kota

Perbaikan Kualitas Udara Jakarta Stagnan

Foto : Koran Jakarta /Wahyu AP

Kondisi perkotaan Jakarta berselimut kabut polusi

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Masalah tata kelola pemerintahan menjadi pekerjaan rumah di Jakarta. Hingga kini, perbaikan kualitas udara belum kunjung beres. Padahal persoalan ini sudah lama, namun penanganannya tidak sesuai harapan.

Jakarta terus saja menjadi salah satu kota terpolutif di dunia. Pengamat Sosial Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M Gasa, mengatakan laporan Greenpeace menunjukkan Jakarta menempati posisi ketujuh sebagai kota terpolusi di dunia. Hal ini diperburuk karena kondisi air juga sudah tercemar. "Jika sudah seperti ini maka niscaya masyarakatnya akan bahagia," tegas Frederik kepada Koran Jakarta, Jumat (12/7).

Menurut Frederik, persoalan tata kelola pemerintahan akan bermuara pada terciptanya kondisi masyarakat yang bahagia dan harmonis. Beberapa indikator yang meningkatkan kebahagiaan masyarakat adalah ketiadaan macet, udara bersih, tingkat kriminalitas yang rendah, dan lain sebagainya. "Untuk hal itu, Jakarta mungkin tidak lagi bisa memberikan kebahagiaan bagi masyarakatnya," paparnya.

Berbagai persoalan ini tentu tidak luput dari bagaimana Pemerintah DKI Jakarta mengelola ini semua. Kemampuan manajerial dan tata kelola yang baik tentu akan dapat mengatasi semua keruwetan yang terjadi di Jakarta. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menegaskan sampai hari ini belum banyak perbaikan kondisi kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya. Beberapa pengukuran menunjukkan kualitas udara Jakarta dalam kondisi polusi parah dan tidak sehat bagi warga untuk aktivitas di luar.

"Seperti yang sudah banyak dianalisa, buruknya kualitas udara Jakarta sepanjang tahun disebabkan pembakaran BBM kualitas rendah dari kendaraan bermotor, aktivitas industri di sekitar Jakarta, dan polusi dari PLTU (pembangkit listrik tenaga uang) yang berada di sekitar Jakarta," tegasnya.

Dia menekankan polusi udara adalah silent killer dan biaya sosial ekonomi yang harus ditanggung masyarakat yang terserang penyakit akibat udara yang kotor, turunnya produktivitas, dan biaya kesehatan publik yang ditanggung pemerintah sangat besar. Menurutnya, pemerintah harus sungguh-sungguh mengatasi polusi udara ini. Satgas sudah dibentuk tahun lalu, dan harusnya strategi dan rencananya sudah ada.

Beban Tinggi

Sementara itu, Peneliti Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, mengatakan Jakarta secara populasi dihuni sekitar 10 juta orang, tetapi di siang hari dihuni sekitar 25-30 juta orang. Ada 10-20 juta orang yang bergerak sebagai komuter setiap harinya dan juga pengunjung temporer yang datang untuk berbagai urusan ke Jakarta.

Jakarta bukan hanya Ibu Kota yang memiliki beban administratif pemerintahan, tetapi juga salah satu pusat ekonomi tersibuk di Asean di mana produk domestik regional bruto (PDRB) Jakarta mencapai 17 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. "Jika dilihat dari kontribusi pajak mencapai 102 triliun pada 2024, atau 68 persen dari proporsi pajak nasional," ucap Hafidz.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top