Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembenahan Integritas

Penurunan Indeks Persepsi Korupsi Jadi Kerisauan Pemerintah

Foto : ANTARA/HERY SIDIK

Menko Polhukam Mahfud MD (kedua dari kiri) berkunjung ke Panti Asuhan Bina Siwi Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (3/2).

A   A   A   Pengaturan Font

BANTUL - Penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2022 dibandingkan tahun 2021 menjadi kerisauan pemerintah. Penurunan ini yang tertinggi karena selama pemerintahan reformasi itu indeksnya naik terus, termasuk era Presiden Jokowi naik secara konsisten, namun tiba-tiba turun.

"Salah satu hal yang dalam tiga hari ini menjadi kerisauan kami di pemerintah yang mengurusi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita menurut Transparansi Internasional turun, dari 38 jadi 34," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD usai mengunjungi Panti Asuhan Bina Siwi, di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (3/2).

Seperti dikutip dari Antara, Mahfud mengatakan penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia tersebut merupakan satu keprihatinan karena pemerintah dahulu melakukan reformasi itu saat indeks persepsi korupsi di angka 20 pada tahun 1999. Kemudian, setiap tahun naik dan mencapai puncaknya pada 2019 itu 39.

"Kemudian turun 38, lalu tetap bertahan di 38, dan sekarang turun menjadi 34. Indeks persepsi korupsi artinya persepsi masyarakat internasional tentang seberapa besar skor korupsi di Indonesia, berarti kalau dari interval 0-100 kita ada di angka 34," katanya.

Mahfud mengatakan apakah korupsi makin banyak, jawabnya bisa ya karena buktinya banyak menangkap orang dalam operasi tangkap tangan (OTT). Tapi, sebenarnya kalau peningkatan korupsi itu sendiri yaitu normal, seperti itu terus sejak dahulu," katanya.

Menurut Mahfud, yang sekarang menjadi masalah kenapa indeks persepsi korupsi turun itu bukan karena penegakan hukum di bidang korupsi. Dia menyebutkan justru karena penegakan hukumnya yang naik. "Tapi ini secara umum turun karena yang dinilai bukan hanya korupsi, melainkan misalnya perizinan berusaha. Itu orang berpendapat ini banyak kolusi. Mau investasi aja kok sulit. Orang sudah punya izin di satu tempat lalu diberikan izin ke orang lain, seperti itu," katanya.

Birokrasi Perizinan

Dengan demikian, lanjut dia, yang menjadi masalah adalah birokrasi perizinan. Itulah sebabnya pemerintah lalu mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dalam bentuk omnibus law itu agar dalam proses perizinan tidak bertele-tele tidak dikerjakan oleh beberapa meja, tetapi satu pintu.

Meski demikian, kata Mahfud MD, dalam 3 tahun terakhir ini upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan negara sudah luar biasa. Seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) itu seperti melakukan amputasi terhadap tangan pemerintah sendiri.

"Orang pemerintah sendiri ditangkapi semua. Asuransi Jiwasraya, Asabri, Kemhan (Kementerian Pertahanan), menteri dua ditangkap, gubernurnya digelandang, bupati-bupati ditangkap oleh OTT, dan sebagainya itu kita pemerintah sudah bersungguh-sungguh memberantas dalam arti tindakan," katanya.

"Akan tetapi, dalam arti administrasi birokrasi kita itu sedang merintis, sekarang kuat-kuatan dengan pertama menyiapkan instrumen hukum yang memungkinkan kita bekerja cepat dan mengontrol cepat," katanya.

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyatakan turunnya indeks persepsi korupsi Indonesia merosot empat poin di angka 34 pada tahun 2022, menjadi tanggung jawab bersama.

Ali mengatakan penilaian indeks persepsi korupsi tersebut tidak hanya bergantung pada kinerja KPK saja, namun meliputi hasil kerja berbagai instansi terkait lainnya.

"Mencakup berbagai aspek, yang tentunya dipengaruhi oleh banyak variabel di sana. Capaian kinerja dari berbagai institusi, sekali lagi capaian kinerja dari berbagai institusi termasuk KPK, termasuk juga situasi kondisi politik, kemudian ekonomi maupun sosial masyarakat," tuturnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top