Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pentagon Gunakan "AI" untuk Ramalkan Peristiwa Masa Depan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kecerdasan buatan yang mampu menganalisa informasi kompleks dapat dimanfaatkan untuk meramalkan masa depan. Pentagon misalnya menggunakan teknologi tersebut untuk memprediksi ancaman serangan dari jauh hari.

Komando Armada Utara Amerika Serikat (U.S. Northern Command/Northcom) baru-baru ini melakukan serangkaian tes yang dikenal sebagai Eksperimen Dominasi Informasi Global (Global Information Dominance Experiments/ GIDE). Konsep ini menggabungkan jaringan sensor global, sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan sumber daya komputasi awan (cloud).
Serangkaian tes GIDE dilakukan dengan menggabungkan data dari berbagai macam sumber, termasuk citra satelit, laporan intelijen, sensor di lapangan, radar, dan banyak lagi. Bahan informasi dari sumber tersebut diharapkan mendapatkan apa yang disebut mencapai dominasi informasi (achieve information dominance) dan superioritas pengambilan keputusan (decision-making superiority).
Data tersebut kemudian dibagikan ke komputasi awan (cloud computing). Pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan akan melihat dan memprosesnya dengan sangat cepat sebagai sumber bagi para pengambil keputusan.
GIDE memberi informasi kepada Kementerian Pertahanan AS (Pentagon) kemampuan untuk melihat masa depan. Sistem dapat memprediksi dengan andal berdasarkan evaluasi pola, anomali, dan tren dalam kumpulan data besar.
Komandan Northcom dan Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara (North American Aerospace Defense Command/NORAD), Jenderal Glen VanHerck, mengatakan ini adalah tes ketiga GIDE, yang dilakukan bersama dengan 11 komando kombatan.
"Kerkolaborasi di ruang informasi yang sama menggunakan kemampuan yang sama persis," ujar dia dikutip The Drive edisi awal Agustus ini.
VanHerck menjelaskan pengambilan keputusan yang didukung AI ini sebenarnya dapat memungkinkan jenis peramalan proaktif yang terdengar sangat mirip dengan fiksi ilmiah. Hal ini karena pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan dapat mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi.
Parameter perubahan untuk menciptakan peringatan yang dapat diatur. Dari peringatan yang disampaikan, otoritas dapat melihat satelit Geospatial Intelligence (Geoint) untuk melihat lebih dekat apa yang sedang berlangsung di lokasi tertentu.
"[Apa] yang telah kita lihat adalah kemampuan untuk melangkah lebih jauh dari apa yang saya sebut reaktif menjadi benar-benar proaktif. Dan saya berbicara bukan menit dan jam, saya berbicara hari," ujar dia.

Informasi "Real-Time"
Penggunaan alat AI memungkinkan analisis data dari jaringan sensor di seluruh termasuk informasi dari sektor komersial dan mitra yang tidak disebutkan namanya di seluruh dunia secara seketika (real-time).
Informasi itu, kata VanHerck, dapat dibagikan melalui sistem berbasis cloud ke sekutu dan mitra lainnya, jika Northcom memutuskan untuk melakukannya.
Tes tersebut juga termasuk dukungan dari Joint Artificial Intelligence Center dan Project Maven. Yang terakhir merupakan proyek Pentagon dengan memanfaatkan AI untuk menyaring sejumlah besar citra pengawasan persisten dan dengan cepat mengidentifikasi informasi yang berguna.
Lebih jauh VanHerck, mengatakan GIDE 3 masih diuji dan dikembangkan. Pihaknya juga melibatkan Komando Luar Angkasa Amerika Serikat (United States Space Command/Spacecom) terlibat erat dengan eksperimen. Hal ini karena mempertimbangkan fakta bahwa musuh potensial bisa datang dari luar angkasa.
Dalam sambutannya, Glen VanHerck, mengungkapkan secara tidak langsung bahwa musuh tersebut adalah Russia dan Tiongkok, dua negara dengan senjata nuklir yang menjadi dua pesaing utama AS saat ini.
Namun Pentagon tidak akan menyebut musuh namun fokus pada kemungkinan risiko. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top