Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Seni Musik

Penguatan Pendidikan Permusikan dalam Ranah Kebebasan

Foto : koran jakarta/imantoko
A   A   A   Pengaturan Font

Pendidikan musik juga hal penting yang harus ditempuh peserta didik maupun para peminatnya, karena melalui jalur pembelajaran itu bakat yang dimiliki seseorang dapat terasah hingga mencapai kualitas yang sesungguhnya.

Alunan merdu suara, nada, ditambah penampilan serta aksi panggung yang menawan adalah paket dari sajian seni hiburan musik berkualitas. Setidaknya kesan ini yang coba ditampilkan kolaborasi apik musisi kawakan, Marcell Siahaan, Andini Aisyah Hariadi dan DJ Dipha Barus dalam mini konser musik bertajuk Music Drip, yang digelar Nescafe Dolce Gusto Indonesia di The Pallas SCBD, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Malam itu, penonton tak hentinya menyanyikan lagu hits dari keduanya, meski sepanjang konsep racikan musik EDM ala DJ Dipha dalam kolaborasi ini begitu kental, membungkus genre jazz, pop yang menjadi ciri khas Andin dan Marcell. Penonton tetap hikmat menikmati konser itu, bahkan sajian kolaboratif musisi lintas genre ini mampu menghasilkan karya fenomenal, dan sangat membekas dalam ingatan siapapun yang menyaksikan.

Salah satu momen terbaik dalam kolaborasi ini, ketika ketiga musisi andal tersebut membawakan tembang Hanya Memuji karya Marcell. Lagu yang popular pada 2000-an ini terdengar lebih enerjik ketimbang lagu aslinya.

Beberapa lagu yang dibawakan Marcell dalam solonya pada konser itu juga sukses mengharubiru suasana, dengan menyisiri penonton dari kiri, depan, dan kanan panggung untuk ikutan bernyanyi membawakan lagu-lagu melankolisnya seperti pada lagu Jangan Cepat Berubah dan Firasat.

Dalam kesempatan itu, penyanyi yang doyan ngopi ini juga sempat mengomentari polemik RUU Permusikan, menurutnya musisi adalah profesi yang merdeka. Setiap karya lahir dari 'hati' tanpa paksaan, dan melalui proses kreatif yang panjang.

Menyinggung RUU Permusikan, Baginya draft RUU itu tidak mungkin dapat merangkum permusikan hanya dalam 54 pasal. "RUU permusikan, judul saja luas sekali. Secara logika bisa dibilang tidak mungkin dapat akomodir hanya dalam 54 pasal, harus lebih komprehensif kayak KUH Perdata, musik itu banyak. Paling gampang, mau lindungi konten, pelaku apa penikmat musik? Itu saja enggak jelas. Tujuan tidak jelas, berarti tidak berdayaguna," paparnya, di sela acara Music Drip.

Lalu penyanyi berkepala plontos itu juga menjabarkan Pasal 5 UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Di pasal itu pada poin A menyebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang baik harus memiliki kejelasan tujuan.

"Jika tujuannya saja tidak jelas maka mengacu pada poin berikutnya, tidak berdayaguna. Kalau payung hukum sudah tidak berdayaguna, kita tidak usah ribut-ribut ngomongin pasal yang itu atau ini. Dari awal saja sudah tidak benar," tegas Marcell.

Menurutnya ada dua jalan tengah agar polemik RUU Permusikan tidak berlarut-larut. Pertama, tolak karena memang sudah cacat, atau cara lain (kedua) bisa menyusun lagi dari awal dengan menentukan tujuan yang jelas dan harus melibatkan berbagai pihak yang berkompeten didalamnya.

Tak sampai disitu DJ Dipha yang menganggap musik sebagai media berekspresi dan membahasakan semua pandangan tanpa tekanan justru menolak keras RUU tersebut, ia melihat hampir semua pasal seperti mengekang kebebasan musisi itu sendiri.

"Hampir semua pasal dalam RUU ini tidak masuk akal. Pasal-pasal tersebut sangat mengekang musisi untuk berekspresi. Begitu juga mengenai masalah sertifikasi profesi yang tidak jelas tujuannya. Musik itu tidak bisa dibatasi untuk musisi yang mengekspresikan karyanya," cetusnya. ima/R-1

Bukan Sekadar Tempelan

Saat dihubungi koran Jakarta, Bukik Setiawan, psikolog sekaligus Ketua Kampus Guru Cikal (lembaga pengembangan karier guru) melihat ada potensi positif dari RUU kontroversial ini, yaitu terlihat dari pengakuan beragam jalur pengembangan pelaku musik mulai pendidikan formal, non formal, informal bahkan autodidak.

"Dalam catatan saya, pengembangan diri secara autodidak belum pernah mendapat tempat di peraturan perundangan yang lain. Pengakuan jalur autodidak memungkinkan masyarakat lebih berdaya dalam penguasaan kompetensi bermusik," ungkapnya.

Perlu direnungkan saksama, sadar atau tidak sejauh ini pendidikan musik di Indonesia seringkali lebih menjadi tempelan hiasan. Tempelan berarti pendidikan musik tidak menjadi pokok pendidikan, tapi pelajaran yang hanya seperlunya dilakukan.

"Pelajaran seni musik seringkali kosong atau dikosongkan ketika ada urusan yang lebih penting, seperti persiapan menghadapi ujian. Hiasan berarti pendidikan musik dibutuhkan sebagai pemanis terutama pada saat acara seremonial atau perlombaan. Murid yang pandai bermusik akan menjadi andalan sekolah," lanjut Bukik.

Persoalan lain Bukik menekankan jika pendidikan seni pada praktiknya juga terlalu menekankan pada penguasaan konten pengetahuan, bukan pada penguasaan kompetensi.

"Murid belajar teori musik, bukan belajar bermusik. Padahal melalui pendidikan seni (musik), ada banyak keterampilan hidup yang dapat dipelajari para murid, seperti keterampilan membaca pola, berhitung, sains, pengelolaan emosi, kepekaan hingga keterampilan sosial," paparnya.ima/R-1

Melestarikan Akar Seni Budaya

Jika mengacu pada RUU Permusikan, di Bab III (Pengembangan Pelaku Musik) juga ada hal menarik untuk dibahas dan direnungkan bersama (khususnya pada pasal 23-26). Dalam Bab ini ada aturan yang mewajibkan pemerintah memasukkan materi seni musik dalam muatan seni dan budaya dalam struktur kurikulum pendidikan.

Kemudian kekhasaan musik tradisional dikuatkan materinya di masing-masing daerah tersebut, sebagai sumber materi pembelajaran yang spesifik. Itu artinya berpotensi pada pelestarian kekayaan seni tradisi musik Indonesia.

"Pendidikan seni musik tradisional umumnya masuk di pelajaran kearifan lokal, tidak masuk dalam ujian nasional, nasibnya sama dengan pendidikan seni secara umum, terpinggirkan," kata Bukik.

Tantangan lain dari potensiaturan ini ialah ada pada tenaga pendidiknya. Idealnya pendidik harus menguasai praktik bermusik sekaligus teori musik, tidak setengah-setengah hanya faham teori musik atau praktiknya saja.

Tantangan ini pun sebenarnya bisa diminimalisir, Bukik menjabarkan kunci suksesnya ialah kemerdekaan pendidikan musik. "Kemerdekaan pendidik musik berkaitan dengan kewenangan pendidik musik merancang asesmen, desain belajar dan strategi pengajaran yang tepat, termasuk kewenangan berkolaborasi dengan komunitas dan praktisi musik lokal. Semisal, menghadirkan komunitas dan praktisi musik lokal untuk mengajar di sekolah atau penyelenggaraan kegiatan non kompetisi untuk memberi kesempatan pada murid menunjukkan penguasaan bermusiknya," ungkapnya.

Dan langkah terpenting disini juga berangkat dari pihak sekolah, karena urusan pendidikan tidak pernah cukup hanya bila ditangani pemerintah (pusat dan daerah). Pendidikan adalah urusan semua, begitu juga pendidikan musik.

"Sudah saatnya sekolah berhenti memonopoli proses belajar bermusik bagi muridnya. Sekolah sudah sepatutnya membuka diri agar menjadi titik penghubung antara murid dengan pelaku di dunia musik, mulai praktisi musik, komunitas, hingga manajemen musik," tandas Bukik. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top