Selasa, 19 Nov 2024, 02:35 WIB

Penguatan Pendidikan Karakter Dukung Kesehatan Mental Siswa

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, usai Rakornas dengan Organisasi Pendidikan, di Jakarta, Senin (18/11).

Foto: Muhammad Marup

JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyatakan, pihaknya berupaya memperkuat pendidikan karakter di satuan pendidikan untuk mendukung kesehatan mental peserta didik. Adapun tingkat stres di kalangan generasi muda tidak bisa dianggap remeh.

“Itu kan memang ada data dari Kementerian Kesehatan yang menunjukkan tingginya angka bunuh diri dan juga stres ya di kalangan generasi muda. Dan ini salah satu alasan kenapa kami berusaha memperkuat pendidikan karakter,” ujar Mu’ti, usai Rakornas dengan Organisasi Pendidikan, di Jakarta, Senin (18/11).

Dia menerangkan, pihaknya akan memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan kualitas diri sebagai tenaga tambahan konseling. Menurutnya, selama ini peran tersebut belum optimal karena guru terlalu sibuk.

Mu’ti melanjutkan, pihaknya akan memfasilitasi guru agar tidak hanya wajib mengajar, tapi juga memberikan layanan tambahan kepada peserta didik. Termasuk mendorong guru bimbingan konseling (BK) memberikan layanan konseling.

“Dengan demikian, berbagai masalah mental, berbagai masalah psikologis dan juga masalah akademik dapat terbantu dengan peranan guru sebagai pembimbing itu,” terangnya.

Dia menjelaskan, pihaknya akan meluncurkan Tujuh Kebiasaan Anak Sehat pada bulan Desember dan dilaksanakan pada semester baru pada Januari 2025. Program tersebut akan mulai dari tingkat TK sampai tingkat SLTA.

“Jadi peluncurannya di bulan Desember Insha Allah nanti pelaksanaannya mulai semester baru ya semester baru Januari 2025,” tuturnya.

Kelompok Rentan

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Sherly Saragih Turnip, menilai salah satu kelompok di Indonesia yang rentan karena memiliki berbagai faktor risiko merupakan kelompok remaja. Beberapa faktor risiko yang membuat remaja mengalami masalah hingga gangguan kejiwaan adalah kemungkinan adanya ketidakhadiran dari pengasuh hingga menjadi korban bullying di antara teman sebaya.

“Faktor risiko yang dapat dialami oleh remaja yang tinggal di lokasi akses terbatas, yaitu terbatasnya informasi, belum mumpuninya fasilitas pendidikan, dan pendelegasian pengasuhan kepada orang yang kurang tepat,” tuturnya.

Dia menyebut, masih sedikit remaja yang mencari bantuan yang bersifat formal seperti berkonsultasi kepada seorang profesional. Di sisi lain, orang tua di sekeliling mereka juga belum banyak yang peduli terhadap kesehatan mental.

“Menariknya, semakin parah masalah kesehatan mental yang dialami para remaja, semakin berkurang usaha mereka untuk mencari bantuan,” ucapnya.

Sherly menekankan pentingnya edukasi kesehatan mental kepada para remaja dan masyarakat sebagai pihak yang dapat membantu. ruf/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan: